Artikel


  • Sugiyarta, S.H, M.M
  • 31 Desember 2016 - 14:41:38

PENGEMBANGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DIY BERBASIS PENDIDIKAN SOFTSKILLS

Abstrak

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terjadi gejala anomali seperti: (1) korupsi terjadi pada kaum terdidik, (2) pelanggaran hukum justeru dilakukan oleh aparat penegak hukum, (4) anggota DPR dengan sebutan dewan terhormat sering menunjukkan perilaku tidak terhormat, (5) para pendidik berprilaku tidak terdidik dengan ikut terlibat praktek membocorkan soal atau kunci jawaban ujian nasional (UN), dan (6) pejabat yang menyalahgunakan jabatannya. Kejadian tersebut merupakan fenomena bukti ketertinggalan akibat dari kegagalan atau ketidaksempurnaan pendidikan, terutama pendidikan karakter. Pendidikan sebagai usaha sadar manusia untuk memanusiakan manusia ke arah yang lebih baik kurang berhasil atau dengan kata lain gagal. Salah satu penyebabnya adalah akibat dari pergeseran makna pendidikan ke arah pengajaran. Sekarang ini proses pembelajaran “kering” dengan transaksi pendidikan nilai (transformation of value), dan lebih menitikberatkan pada aspek pengetahuan (transformation of knowledge), atau dengan kata lain pendidikan kita lebih menekankan aspek teknis atau keterampilan keras (hard skills), kurang menekankan keterampilan lunak (soft skills). Sofskills adalah kemampuan non teknis yang tidak terlihat wujudnya namun sangat diperlukan untuk sukses dan kemampuan non teknis yang bisa berupa talenta dan bisa pula ditingkatkan dengan pelatihan dan proses pembelajaran secara sistemik dan berkelanjutan di lingkungan keluarga, sekolah/kuliah dan masyarakat. Pengembangan SDM melalui rekayasa pengembangan softskills itulah yang merupakan solusi utama dalam permasalahan pengembangan strategi pemberdayaan masyarakat di DIY.

Kata Kunci : pengembangan pendidikan softskills, Pemberdayaan masyarakat.

Pendahuluan

Kajian ini bermula dari upaya menindaklanjuti atas pernyataan Tenaga Ahli Pemberdayaan Desa dan Masyarakat, DR. Ardito Benadi, “Pemberdayaan itu intinya adanya perubahan perilaku/sikap dan yang belum banyak diexplorasi untuk dijadikan program penangulangan kemiskinan adalah program perubahan perilaku/sikap masyarakat artinya program shofskill perlu kita munculkan..” pada rakor TKPKD DIY  tanggal 8  September 2016.

Untuk bisa lebih memahami pentingnya program terkait pemberdayaan dalam hal ini penguatannya berbasis softskills perlu mencermati lingkungan strategis kita. Berbagai tulisan, opini, penelitian dan ragam diskursus mengenai perubahan yang terjadi pada abad XXI ini dapat ditemui di belbagai media cetak dan online, namun sebagai sebagai anggota masyarakat yang hidup saat ini, sudahkah kita mengetahui, apa yang sebenarnya telah terjadi ? Bagaimana posisi kita saat ini terkait pemberdayaan masyarakat khususnya pengembangan SDM ? Apakah kita mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi ? Atau masih terlena dalam zona nyaman diri, yang tanpa sadar telah menjauhkan kita dari realita yang sedang terjadi di lingkungan di luar diri kita ?

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terjadi gejala anomali (sesuatu yang ganjil dan seharusnya tidak terjadi), seperti: (1) korupsi terjadi pada kaum terdidik, (2) pelanggaran hukum justeru dilakukan oleh aparat penegak hukum, (3) dunia olah raga yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas sering dikotori praktik tidak terpuji mengatur  score  pertandingan dan dibarengi praktik  suap, (4) anggota DPR dengan sebutan dewan terhormat sering menunjukkan perilaku tidak terhormat, (5) para pendidik berprilaku tidak terdidik dengan ikut terlibat praktek membocorkan soal atau kunci jawaban ujian nasional (UN), dan (6) pejabat yang menyalahgunakan jabatannya. Kejadian tersebut merupakan fenomena bukti ketertinggalan akibat dari kegagalan atau ketidaksempurnaan pendidikan, terutama pendidikan karakter. Pendidikan karakter di sekolah merupakan kebutuhan vital agar generasi penerus dapat dibekali dengan kemampuan-kemampuan dasar yang tidak saja mampu menjadikannya  life-long learners  sebagai salah satu karakter penting untuk hidup di era informasi yang bersifat global, tetapi juga mampu berfungsi dengan peran serta yang positif. Untuk itu harus  dilakukan upaya-upaya instrumental untuk meningkatkan keefektifan proses pembelajarannya disertai pengembangan kultur yang positif (Darmiyati Zuchdi, dkk. 2010: 1)

Bidang yang berperan secara signifikan dalam pengembangan SDM adalah adalah bidang pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar manusia untuk memanusiakan manusia ke arah yang lebih baik kurang berhasil atau dengan kata lain gagal. Salah satu penyebabnya adalah akibat dari pergeseran makna pendidikan ke arah pengajaran. Sekarang ini proses pembelajaran “kering” dengan transaksi pendidikan nilai (transformation of value), dan lebih menitikberatkan pada aspek pengetahuan (transformation of knowledge), atau dengan kata lain pendidikan kita lebih menekankan aspek teknis atau keterampilan keras (hard skills), kurang menekankan keterampilan lunak (soft skills).

Dengan demikian, dalam konteks permasalahan pemberdayaan masyarakat, tentu sebuah keniscayaaan apabila dalam pengembangannya tidak berbasis pada pendidikan yang lebih menekankan softskills. Untuk lebih mengetahui pengembangannya tentu diperlukan adanya sebuah kajian.

Tinjauan Teoritis

Untuk menjawab pertanyaan bagaimana strategi pengembangan SDM di DIY lebih berorientasi pada pengembangan softskill, terlebih dahulu ditinjau bagaimana pendapat para ahli tentang substansi mengenai pemberdayaan masyarakat dan pengembangan softskillstersebut.

Wrihatnolo (2007: 115) :Mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat mengandung dua pengertian yaitu: (1) memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain; dan (2) usaha untuk memberi kemampuan atau keberdayaan. Sedangkan A. Benaddi berpendapat bahwa pemberdayaan itu merupakan proses yang sifatnya menyeluruh, yaitu suatu  proses aktif antara motivator, fasilitator dan kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan melalui peningkatan pengetahuan, ketrampilan, pemberian berbagai kemudahan, serta peluang untuk mencapai akses sistem sumber daya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu Sofskills adalah kemampuan non teknis yang dimiliki seseorang yang sudah ada didalam dirinya sejak lahir. Kemampuan non teknis yang tidak terlihat wujudnya namun sangat diperlukan untuk sukses dan kemampuan non teknis yang bisa berupa talenta dan bisa pula ditingkatkan dengan pelatihan (Wicaksana, 2010).

Tidak ada kesepakatan tunggal tentang makna softskills, tetapi secara umum istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan untuk berkembang dalam pekerjaan. Sebagai contoh kemampuan seorang arsitek untuk membaca dan menterjemahkan gambar perencanaan merupakan hardskills, namun kemampuan untuk bekerja efektif dengan bawahannya, komunikasi dengan pelanggan dan atasan merupakan aspek softskills. Dalam hal ini softskills diistilahkan pula dengan Employability Skills (Breitsprecher, 2006: 214).

Sejalan dengan hal ini, Baedowi, Direktur Jenderal PMPTK Depdiknas, sebagaimana dikutip Triatmanto (2010), menyatakan bahwa saat  ini ada kecenderungan masyarakat maupun sekolah sekadar memacu siswa untuk memiliki kemampuan akademik tinggi tanpa diimbangi pembentukan karakter yang kuat dan cerdas. Upaya sekolah maupun orang tua agar murid atau anaknya mencapai nilai akademis tinggi sangat kuat, tapi mengabaikan hal-hal yang non akademis. Walaupun kondisi sebagaimana dipaparkan di atas sudah menjadi pengetahuan atau “rahasia umum”, dan bahkan  sudah menjadi keprihatinan banyak pihak, akan tetapi belum banyak tindakan nyata yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Kegiatan pendidikan di sekolah dan kegiatan pembelajaran oleh guru di kelas, belum secara terprogram dan terstruktur memasukkan aspek  soft skills dalam kegiatan belajar mengajar. Sadar atau tidak, sesungguhnya sedikit saja metode pembelajaran diperbaiki, bisa saja menghasilkan hasil pembelajaran yang dahsyat  (Elfindri, dkk. 2010: 9). Dalam kajian tersebut pembelajaran akan diperbaiki dengan  metode pembelajaran yang memberikan peluang pengembangan  softskills anak didik.

Dari penelusuran atau kajian formal yang pernah dilakukan, ditemukan yang membawa atau mempertahankan orang di dalam sebuah kesuksesan 80% ditentukan oleh  softskills  yang dimilikinya dan 20% oleh  hardskillsnya (Illah Sailah, 2007). Sejalan dengan pernyataan tersebut maka kesuksesan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan juga ditentukan oleh faktor  softskills  selain  hardskills  (potensi akademiknya). Untuk meningkatkan  softskills  mahasiswa salah satunya dapat ditempuh dengan cara mensinergikan antara  soft skills  dan  hardskills  dalam perkuliahan.

Kondisi Pemberdayaan Masyarakat di DIY

1.  Kebijakan nasional

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025. Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk  mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang terbagi menjadi 4 tahapan dimana setiap tahapan terdiri dari 5 tahun. Keempat tahap itu adalah empat rencana RPJMN yang berjangka menengah dan sejajar dengan masa jabatan pemerintah. Saat ini telah memasuki RPJPN Tahap Ketiga (2015-2019). Misi RPJPN Tahap Ketiga adalah memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, dan kemampuan iptek.

Pemberdayaan masyarakat telah masuk dalam agenda Nawa Cita, sekurang-kurangnya ada lima nomor dalam Nawa Cita yang memprioritaskan pemberdayaan masyarakat. nomor 3 terkait dengan memperkuat daerah-daerah dan desa; nomor 5 meningkatkan kualitas hidup masyarakat; nomor 6 meningkatkan produktivitas dan daya saing rakyat; nomor 7 mewujudkan kemandirian ekonomi; nomor 8 revolusi karakter bangsa, dan nomor 9 memperkuat restorasi sosial Indonesia.

2.  Kebijakan Daerah

Kebijakan pembangunan daerah telah dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. Saat ini sudah memasuki Tahap Ketiga dari RPJPD 2015-2019. Penekanan pada lima tahun ketiga adalah pendayagunaan kapasitas keunggulan daerah melalui pengerahan SDM dan fasilitas-fasilitas utama pendukung keunggulan daerah, akselerasi usaha ekonomi dan industri unggulan, serta penguatan jejaring untuk meningkatkan daya saing keunggulan daerah, yang diuraikan pada masing-masing misi berikut ini.

  • Mewujudkan pendidikan berkualitas, berdaya saing, dan akuntabel yang didukung oleh sumberdaya pendidikan yang handal.;
  • Mewujudkan budaya adiluhung yang didukung dengan konsep, pengetahuan budaya, pelestarian dan pengembangan hasil budaya, serta nilai-nilai budaya secara berkesinambungan.
  • Mewujudkan kepariwisataan yang kreatif dan inovatif.
  • Mewujudkan sosiokultural dan sosioekonomi yang inovatif, berbasis pada kearifan budaya lokal, ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan rakyat.

3.  Pelaksaanaan Pemberdayaan Masyarakat terkait sektor pendidikan di DIY

Pemberdayaan masyarakat di DIY sampai dengan tahun 2016 sudah dilaksanakan namun lebih bersifat charity dan belum secara komprehensif. Strategi pengembangan pemberdayaan khususnya di jenjang sekolah belum semua berbasis proses pembelajaran berbasis softskills baik tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah dan lanjut bahkan perguruan tinggi

4.  Perkembangan upaya penerapan kurikulum berbasis softskillsdi SMA/K, :

Jumlah SMA se DIY adalah 159, 69 atau 43.4 %-nya sudah melaksanakan  Kurikulum 13 . Diharapkan pada tahun 2019 semua SMA di DIY telah menggunakan Kurikulum 13. Sementara itu jumlah SMK se DIY adalah 221 sekolah, 64 atau 29 %-nya sudah melaksanakan  Kurikulum 13 . Diharapkan pada tahun 2019 semua SMK di DIY telah menggunakan Kurikulum 13. Sebagai upaya penerapan kurikulum berbasis softskills pada pendidikan dasar, yaitu :

a.    Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum
  • Pelaksanaan Kurikulum 2013 SD dan SMP di laksankan secara bertahap, sejak di keluarkannya Permendikbud no 160 tahun 2014,  sehingga tahun ajaran 2014/2015 berjumlah 64 sekolah (6%) SD dan  32 SMP.
  • Tahun Pelajaran 2015/2016 sebanyak SD bertambah 383 SD sehingga menjadi 447 sekolah, sedang SMP bertambah 77 ruguler dan 82 mandiri sehingga menjadi 191 SMP.
  • Tahun pelajaran 2016/2017 direncanakan bertambah 35% jumlah sekolah, sehingga SD menjadi 1.096 SD dan 343 SMP.

 

b.   Perubahan hasil evaluasi Kurikulum  2013 secara nasional terdapat empat perubahan yaitu :
  • Kompleksitas penilaian pembelajaran sikap spiritual dan Sikap Sosial, dengan perubahan pada mata pelajaran Agama-Budi Pekerti dan PPKn Pembelajaran dan penilaian di laksanakan secara langsung dan tidak langsung, sedang mata pelajaran lainnya penilaian sikap dilaksanakan tidak langsung.
  • Dilakukan penyelarasan antara Kompetensi inti (KI) dan Kompetensi dasar (KD) dengan silabus dan buku ;

Penerapan proses pembelajaran dengan 5M yang semula sebagai metode pembelajaran yang prosedural dan mekanistik diubah menjadi diserahkan kepada guru untuk mengembangkan kreatifitas mengembangan kurikulum.

Proses kemmapuan berpikir siswa yang semula dibatasi dengan pemengalan toksonomi  proses berpikiran berjenjang, dilakuakn perbaikan dengan penataan kompetensi yang tidak dibatasi oleh pemenggalan tosonomi proses  berpikir.

Tantangan dan Permasalahan Bidang Pemberdayaan Masyarakat

1.  Tantangan Bidang Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat menghadapi beberapa tantangan yang cukup besar pada saat ini dan masa yang akan datang. Pertama, integrasi masyarakat ASEAN akan meningkatkan interaksi masyarakat lokal dengan masyarakat internasional yang membawa budaya beragam. Kedua, semakin tingginya arus informasi dapat merubah karakter individu dan sosial masyarakat sehingga bisa berdampak pada semakin lemahnya ikatan sosial masyarakat.

2.  Permasalahan Bidang Pemberdayaan Masyarakat

  • Masih cukup tingginya angka kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
  • Masih terbatasnya peran aktif masyarakat untuk membangun wilayah secara mandiri.
  • Terbatasnya akses masyarakat pedesaan dalam memanfaatkan sumber daya pembangunan untuk mengembangkan usaha perekonomiannya.
  • Belum efektifnya pelaksanaan fungsi lembaga masyarakat dalam menggerakkan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan.
  • Strategi pengembangan SDM yang masih berorientasi pengembangan Hardskill

Strategi Pengembangan pendidikan berbasis softskills

1.  Pendidikan Softskills di Keluarga

Memfasilitasi dan mengembangkan parenting skill berbasis pengembangan softskills. Inti dari program ini adalah pemerintah memfasilitasi terwujudnya gerakan parenting skills sebagai peletakan dasar pendidikan bagi anak sebagai generasi penerus yang berkarakter dan berbudaya. Kebijakan ini diharapkan melahirkan gerakan parenting skills di level keluarga.

2.  Pendidikan Softskills di Masyarakat

 Essensi dari pengembangan softskills di masyarakat ini adalah dengan menciptakan pekerja sosial dengan kompetensi mampu memfasilitasi dan  pendampingan berbasis softskills kepada masyarakat. Masyarakat modern dewasa ini mempunyai banyak problematika dari segi ekonomi, teknologi, sosial dan budaya. Dengan banyaknya problematika ini masyarakat modern dituntut untuk tetap eksis dalam kehidupan sehari-hari, disinilah peran pekerja sosial dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang lebih baik, yang dirancang guna  membantu masyarakat agar dapat standar hidup dan ekonomi yang lebih memuaskan.

Sebagai Social Worker atau Community worker, sekurang-kurangnya ada empat peran dan keterampilan utama yang diberikan untuk nantinya secara lebih spesifik akan mengarah pada teknik dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki sebagai Pemberdayaan Soft Skill pada masyarakat (Ife, 1997:53), yaitu :

  • Peran dan keterampilan Fasilitatif (facilitative roles and skills)
  • Peran dan keterampilan edukasional (educational roles and skills)
  • Peran dan keterampilan perwakilan (representational roles and skills)
  • Peran dan keterampilan teknis (technical roles and skills)

 

Di samping itu juga diperlukan Peran dan Keterampilan fasilitatif, yang terdiri dari 7 peran khusus. Yaitu :

  • Animasi Sosial, keterampilan ini adalah kemampuan petugas untuk membangkitkan energy, inspirasi, antusiasme masyarakat. Termasuk didalamnya mengaktifkan, menstimulasi dan mengembangkan motivasi warga untuk bertindak.
  • Mediasi dan Negosiasi. Seorang pemberdaya masyarakat harus dapat menjalankan fungsi mediasi ataupun menjadi mediator guna menghubungkan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang sedang berkonflik, untuk tercapainya tujuan pemberdayaan.
  • Pemberi dukungan. Peran disini adalah untuk menyediakan dan mengembangkan dukungan terhadap warga yang mau terlibat dalam struktur dan aktivitas masyarakat tersebut yang terkait, dukungan itu bersifat ekstrinsik namun juga bersifat intrinsik.
  • Membentuk Konsensus. Berperan yang melibatkan pada penekanan terhadap tujuan umum bersama dalam upaya pemberdayaan soft skill dan dapat membantu pada masyarakat untuk bergerak cepat kearah pencapaian konsensus.
  • Fasilitas kelompok. Keefektifan kerja dari pelaku perubahan sebagai pemberdaya masyarakat juga akan sangat terkait dengan keterampilannya untuk berinteraksi dengan kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat.
  • Pemanfaatan sumber daya dan keterampilan. Social worker sebagai pemberdaya masyarakat harus dapat mengidentifikasikan dan memanfaatkan berbagai keterampilan dan sumber daya yang ada dalam komunitas.
  • Komunikasi personal. Sebagai social worker untuk bagian pemberdaya harus dapat melakukan komunikasi personal dengan baik.

 

3.  Pendidikan Softskills di Sekolah

Komunitas akademik baik di jenjang sekolah maupun kampus/mahasiswa sebagai sumber daya generasi penerus bangsa  harus  memiliki kemampuan dan keterampilan serta kepribadian yang tangguh, kuat, dan  santun. Soft skills merupakan keterampilan yang dapat membentuk kepribadian yang tangguh. Semakin banyak keterampilan halus (soft skills)  yang dimiliki diharapkan semakin kuat kepribadian seseorang dalam menghadapi tantangan proses pembelajaran di sekolah/kampus, tantangan kerja, maupun tantangan hidup yang lain.

Soft skills ini sesungguhnya dimiliki oleh seseorang dengan kadar yang berbeda-beda.

Hal ini di pengaruhi oleh beberapa hal  antara lain ; kebiasaan berfikir, berkata, dan bertindak. Namun soft skill yang dimiliki oleh seseorang ini dapat berubah jika yang

kemahasiswaan yang berfokus pada pembentukan karakter, memiliki role model orang sukses dan mempelajari outobiografinya dan mencontoh kebiasaannya untuk menuju hidup yang sukses, rajin membaca buku yang bermuatan pengembangan  kepribadian dan  menerapkannya  dalam  kehidupan  sehari-hari   (cara  berkomunikasi,   saling menghargai,disiplin, kometmen, bertanggung jawab,   dan senantiasa jujur), serta mengikuti proses pembelajaran dengan aktif dan partisipatif. Kadang-kadang apa yang diberikan di bangku sekolah kuliah tidak sepenuhnya serasi dengan kebutuhan di lapangan kerja, ketidakserasian ini antara lain disebabkan  pendidikan di dalam kelas/kampus yang lebih bertumpu pada hard skill. Untuk mengatasi masalah ini salah satu caranya adalah memberikan bobot yang lebih pada pengembangan soft skills,dan implementasi softskill dalam proses belajar mengajar perlu lebih dikembangkan  lagi.

Para pengguna lulusan perguruan tinggi berharap bahwa tenaga kerja dari lulusan perguruan tinggi harus memiliki soft skills   yang positif, sikap yang tangguh, jujur, semangat, dapat bekerja sama, santun dalam berkomunikasi, pandai melakukan negosiasi, mempunyai motifasi kerja yang tinggi, kreatif dan mudah beradaptasi, sehingga mampu bekerja secara intensif. Manajemen kerja yang efektif dan perencanaan kerja yang sukses menuntut adanya kompetensi soft skills disamping kompetensi teknik atau hard skills dalam semua bidang pekerjaan. Neff dan Citrin (1999) dalam bukunya “Lesson from The Top” mengemukakan bahwa yang mendukung kesuksesan dalam hidup ini  bukan keterampilan teknis atau hard skills  melainkan soft skills. Dengan demikian semakin menguatkan   pentingnya soft skill bagi lulusan perguruan tinggi sebagai calon peminpin, tenaga kerja, maupun pengusaha. Bila sejak awal mereka dibekali dengan dengan  pengetahuan  dan  keterampilan  tentang  soft skills  yang  cukup  dan mempraktekaknya dalam kehidupan sehari-hari maka peluang untuk menjadi orang sukses di masyarakat, dan  di dunia kerja atau industri.Semua itu bermuara pada kemampuan dan kemandirian diri serta berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

 

Penutup

1.  Kesimpulan

  • Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu tugas pemerintah daerah yang harus dijalankan seusai dengan amanah peraturan perundangan. Pemberdayaan masyarakat mencakup aspek yang sangat luas, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, dan bahkan politik. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  • Upaya pemberdayaan masyarakat menghadapi berbagai masalah dan tantangan, sangat diperlukan upaya strategis pengembangan pemberdayaan masyarakat,
  • Berdasarkan kajian di atas strategi utama pengembangan pemberdayaan masyarakat adalah melalui pengembangan pendidikan berbasis softskills dengan sasaran mulai dari keluarga, lingkungan sekolah/kampus dan lingkungan masyarakat sevcara tersistem dan berkelanjutan.

2.      Rekomendasi

  • Peningkatan komitmen stakeholders Pemberdayaan masyarakat agar merubah strategi pengembangan pemberdayaan SDM ke arah pengembangan berbasis softskill,
  • Revitalisasi dan optimalisasi pembelajaran sekolah, keluarga (pendidikan formal dan non formal berbasis softskill
  • Meningkatkan koordinasi dengan PT agar menerapkan kurikulum berbasis pengembangan softskills

 

Daftar Pustaka

Budi Djatmiko. 2004.  Model-model Pembelajaran (DI, Kooperatif, dan PBI). Makalah UNESA

Darmiyati Zuchdi, Zuhdan Kun Prasetya, dan Muhsinatun Siasah Masruri. 2010.  Pengembangan Model Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran Bidang Studi di Sekolah Dasar. Jurnal  Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY. Halaman 1-12

Hilda Karli dan Margaretha Yuliariatiningsih. 2002.  Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Model-model Pembelajaran 2. Cetakan Pertama. Edisi Kesatu. Bandung: Bina Media Informasi.

Illah Sailah. 2007. “Pengembangan  Soft skills  di Perguruan Tinggi. Makalah disampaikan dalam rangka Sosialisasi Pengembangan  Soft skills  di Undiksha, tanggal 26 April 2007.

Sriartha, I Putu dan Sudiana, I Ketut. 2009. Buku Panduan Pengembangan  Soft skills  Mahasiswa Undiksha melalui Multilevel Role Model Berlandaskan Trikaya Parisudha. Universitas Pendidikan Ganesha.

Triatmanto. 2010. Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY. Halaman 187 - 203



Sugiyarta, S.H, M.M

Jabatan Perencana Madya

Kompleks Kepatihan, Danurejan, Yogyakarta
(0274)589583, (0274)557418
(0274)562811
(0274)586712
http://bappeda.jogjaprov.go.id
bappeda@jogjaprov.go.id

Kontak Kami

Silahkan Kirim Tanggapan Anda Mengenai Website Ini Atau Sistem Kami Saat Ini. Tanggapan Anda Sangat Membantu Untuk Meningkatkan Pelayanan Kami Kepada Masyarakat.Apabila terdapat kendala dalam menemukan informasi yang dicari dapat mengunjungi halaman FAQ