Artikel


  • Ir. Ika Warakasih Puspitawati MT.
  • 31 Desember 2015 - 16:53:51

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENGENDALI PEMANFAATAN RUANG

                                                                         Abstrak
Kota dan perkotaan yang selalu berkembang baik secara alamiah maupun melalui proses perencanaan, akan selalu sampai pada permasalahan tidak tercapainya kondisi ideal terhadap tuntuntan kebutuhan tujuan pembangunan tersebut. Salah satu kawasan yang menarik dalam hal percepatan pembangunan akhir-akhir ini adalah Yogyakarta. Kajian ini untuk melihat seberapa efektif IMB sebagai salah satu instrument pengendali pemanfaatan ruang terutama pada pemanfaatan ruang sebagai bangunan hotel yang semakin marak di kota Yogyakarta dan perkotaan Yogyakarta. Kajian menggunakan metode pendekatan empiris yang bersifat deskriptif yaitu berusaha mengidentifikasi studi kasus yang ada dan mengkaji kebijakan yang terkait di dalamnya. Pembahasan menunjukkan bahwa persyaratan ijin sudah cukup detail namun dalam pelaksanaannya banyak aturan yang bisa dilanggar sehingga proses konstruksi bisa berjalan meskipun IMB belum keluar. Seharusnya menjadi kewajiban pemohon atau Pengembang untuk membuat kajian AMDAL, UKL/UPL terlebih dahulu untuk memperoleh ijin lingkungan dan diajukan sebagai prasyarat IMB
Kata Kunci : IMB, Pemanfaatan Ruang, Instrumen


1 Latar Belakang
Kota selalu berkembang baik secara alamiah maupun melalui proses perencanaan dan perancangan. Perencanaan dan perancangan merupakan tuntutan kebutuhan dari tujuan pembangunan kota,walau sering didapati kondisi yang tidak "ideal”. Terdapat tiga orientasi pembangunan yang seharusnya diperhatikan dalam melakukan proses pembangunan, yakni; orientasi pada pengembangan fisik (development orientation); orientasi pada komunitas (community orientation) dan orientasi pada konservasi (conservation orientation). Kepentingan pembangunan menjadi hal yang sangat menentukan dalam keberhasilan/kegagalan "intervensi fisik” pembangunan kota. Sebagai suatu proses, pembangunan kota seharusnya disadari merupakan suatu tindakan menambah,merubah dan/atau yang lama untuk menghadirkan sesuatu yang "baru” untuk "memperbaiki” kondisi sebelumnya ( Wikantyoso, 2009). Kawasan perkotaan khususnya Yogyakarta dari waktu ke waktu terus mengalami kemajuan mengingat Yogya merupakan tempat yang strategis bagi kegiatan yang berkaitan dengan ekonomi dan sebagai destinasi wisata dan pendidikan merupakan faktor pemikat pelaku bisnis properti lokal maupun luar Jogjakarta.

Kecepatan laju perkembangan pembangunan bangunan komersial yang tidak terkendali di wilayah kota Yogyakarta akan menimbulkan banyak dampak negatif. Pembangunan bangunan komersial dan vertical building/hotel di Jogja berdampak semakin padatnya kawasan di wilayah Kota. Selain itu, kondisi lalu lintas terkena dampak dari pembangunan yang tidak terkendali tersebut dan banyak masalah sosial yang timbul dari laju pembangunan hotel di Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta telah melakukan moratorium perizinan hotel melalui Perwal Nomor 77 Tahun 2013 mulai berlaku 1 Januari 2014. Meskipun demikian, upaya Pemkot mengendalikan laju pembangunan hotel melalui moratorium dinilai kurang efektif. Moratorium perizinan hotel berlaku dalam jangka tiga tahun, akan berakhir tahun 2016. Menurut Haris Firdaus (2015), pada pertengahan Januari 2015, dari 104 permohonan IMB itu, sudah ada 77 IMB yang dikabulkan, terdiri dari 67 IMB hotel baru, 7 IMB untuk hotel yang sudah berdiri tapi belum berizin, dan 3 IMB untuk pengembangan bangunan hotel yang sudah ada. Artinya ada 27 permohonan IMB yang sedang diproses sehingga jumlah hotel akan terus bertambah. Merujuk data BPS, sampai awal 2014, ada 399 unit hotel di Yogyakarta, terdiri dari 43 hotel berbintang dan 356 hotel nonbintang. Seperti yang dirilis oleh Tribun Jogya.com (20 Agustus 2015) Gubernur DIY kembali memberikan teguran kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota Yogyakarta yang kurang cermat dan ketat dalam memberikan izin pendirian hotel. Diketahui bahwa di Kota terdapat 18 hotel baru yang sudah beroperasi dan ternyata melanggar peraturan (Perda Nomor 2 Tahun 2005) yakni belum memiliki Izin Gangguan yang otomatis belum memiliki NPWP. Selain itu, juga terdapat beberapa hotel yang melakukan pengembangan bangunan namun tidak mengurus ulang IMB , seharusnya jika melakukan pengembangan, harus mengurus IMB baru. Gubernur meminta dilakukan pembenahan dan tindakan yang tegas, jika memang tidak ada izin membangun, diminta untuk dirobohkan, dan tidak berada di lingkungan permukiman. Lebih lanjut Gubernur menyampaikan secara mekanisme perizinan pendirian hotel, kewenangannya ada di tingkat Kabupaten/Kota, bukan di Provinsi, dan mengingatkan agar pemberian izin pendirian hotel harus diperketat. Dalam rangka menunjang upaya pengendalian pemanfaatan ruang maka diterapkan mekanisme perijinan bagi segala kegiatan. Dikaitkan dengan pembangunan fisik maka salah satu ijin yang memegang peranan cukup penting adalah Ijin Mendirikan Bangunan. Pada dasarnya IMB berfungsi agar pemerintah dapat mengontrol pendataan fisik kota yang nantinya akan bermanfaat bagi perencanaan, pengawasan dan penertiban pembangunan fisik kota. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat efektifitas pemberian ijin sebagai alat pengendalian dalam pemanfaatan ruang terutama pada kasus pembangunan hotel.


2 Tinjauan Terhadap IMB

Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, pemberian IMB dimaksudkan untuk menghindari bahaya secara fisik bagi penggunaan bangunan. Oleh karenanya dibutuhkan rencana bangunan yang matang dan memenuhi standar teknis bangunan yang telah ditetapkan meliputi desain arsitektur, konstruksi dan instalasinya. Tujuan pengaturan dalam pemberian IMB agar bangunan yang didirikan oleh masyarakat dapat tertata dengan baik dan memenuhi persyaratan, layak digunakan, dan tidak merusak lingkungan. Lebih lanjut, pada Pasal 6 ayat (1) fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Perda tentang RTRW Kabupaten/Kota. Pada ayat (2) fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Pemda dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan. Sudah jelas bahwa pemberian IMB harus merujuk pada RTRW Kabupaten /Kota, dalam arti kesesuaian peruntukkan pemanfaatan ruangnya.
Terkait persyaratan administrasi bangunan gedung tertulis di Pasal 8 setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif meliputi: ayat 1 (a) status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; (b) status kepemilikan bangunan gedung; dan (c) izin mendirikan bangunan gedung; ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ayat (3) Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung, ayat (4) Pemda wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan, Ayat (5) Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


3 Prosedur dan Persyaratan Pengurusan IMB di Tiga Kabupaten/Kota di DIY

Prosedur pengurusan IMB berbeda tiap kota/kabupaten baik dalam kelengkapan berkas yang harus dikumpulkan atau jangka waktu proses keluar IMB. Dibawah ini diuraikan persyaratan pengurusan IMB di tiga Kabupaten dan Kota (di edit mengingat keterbatasan halaman).
3.1 Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Sleman

Ijin Mendirikan Bangunan adalah persetujuan resmi dari Bupati untuk memulai/mengakhiri pekerjaan mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan.

Tata cara pengurusan IMB di Kabupaten Sleman

I. Mengisi blangko Permohonan SKTBL, dilengkapi: (1) Copy sertifikat tanah, (2) Copy KTP pemilik, (3) Bukti hubungan pemilik tanah dan bangunan (jika pemilik tanah dan bangunan berbeda), (4) Surat kuasa ; (5) Copy KTP pemegang surat kuasa, (6) Gambar site plan, (7) Denah lokasi.

II. Mengisi blangko Permohonan IMB ,dilengkapi: (1) Copy KTP pemilik bangunan, (2) Surat pernyataan membuat SPAH; (3) Bukti hubungan pemilik tanah dan pemilik bangunan, (4) Copy surat kepemilikan tanah dengan status tanah pekarangan, (5) Gambar situasi (6) Gambar denah (7) Hasil penyidikan tanah (bertingkat 3/lebih), (8) Perhitungan dan gambar konstruksi beton (bertingkat 2/lebih), (9) Perhitungan dan gambar konstruksi baja
3.2 IMB Gedung di Dinas Perizinan Kabupaten Bantul,

Persyaratan meliputi; (1) Copy KTP, (2) Surat kuasa dan copy KTP penerima kuasa; (3) Copy Sertifikat Tanah dengan status tanah pekarangan/non pertanian; (4) Surat pernyataan kerelaan, antara pemilik bangunan dengan pemilik tanah,; (5) Surat pernyataan tidak berkeberatan dari tetangga yang berbatasan langsung; (6) Surat pernyataan membuat peresapan air hujan; (7) Gambar rencana bangunan; (8) Bangunan konstruksi baja; (9) Bangunan bertingkat (gambar dan perhitungan beton); (10) Bangunan bertingkat > 2 lantai / ketinggian > 12 m, melampirkan hasil tes sondir; (11) Bangunan gedung kepentingan umum dan komersial dengan ruang komersial > 54 m2 dilengkapi dengan SPPL/DPL;
3.3 IMB Gedung di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

Prosedur pertama meminta Advice Planning, sebagai dasar perencanaan teknis bangunan sebelum mengajukan permohonan IMB. Persyaratannya meliputi :
1. Mengisi blangko permohonan, dengan ketentuan:
(a) diketahui oleh tetangga yang berhimpitan langsung, bila tetangga tidak bersedia harus dilengkapi dengan surat pernyataan bermeterai diketahui RT, RW, Lurah, Camat setempat; (b) diketahui RT, RW, Lurah dan Camat
2. Lampiran-lampiran yang diperlukan :
(1) Copy KTP Pemohon; (2) Copy sertifikat hak atas tanah; (3) Tanah milik Negara/Pemerintah yang masa berlakunya < 1 tahun harus persetujuan BPN Kota; (4) Tanah HGB, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan bila masa berlakunya sama atau kurang satu tahun harus ada rekomendasi BPN Kota; (5) Tanah milik Kraton, dengan persetujuan Wahono Sarto Kriyo; (6) Tanah milik PT. KAI dengan persetujuan PT. KAI; (7) Tanah belum tanah pekarangan harus dirubah menjadi tanah pekarangan di BPN Kota; (9) Pemilik tanah yang telah meninggal dunia dilengkapi Surat Pernyataan ahliwaris; (10) Bila sertifikat tanah dijaminkan di Bank, dengan persetujuan Bank; (11) Bila pemilik bangunan bukan pemilik tanah, dengan perjanjian tertulis;
3. Persyaratan Teknis
a. Bangunan Sederhana, meliputi; (1) Advice planning; (2) Gambar Tapak Bangunan meliputi: letak bangunan, akses jalan, parkir, SPAH, penghijauan/RTH privat; (3) Denah; (4) Tampak depan dan tampak samping; (5) Gambar Potongan; (6) Gambar Instalasi dan sanitasi meliputi Jaringan listrik, Jaringan air hujan , SPAH, Jaringan air limbah, septic tank dan sumur peresapan air limbah, Jaringan air bersih dan sumber airnya;

b. Bangunan Tanpa Perhitungan Konstruksi, meliputi (1) Advice planning; (2) Gambar Tapak Bangunan : letak bangunan, akses jalan, parkir, penghijauan/RTH privat; (3) Denah; (4) Tampak depan dan samping; (5) Rencana Pondasi; (6) Rencana Atap; (7) Gambar Potongan; (8) Gambar Instalasi dan sanitasi (idem a); (9) Gambar Struktur; (11) Gambar sistem deteksi dan proteksi kebakaran (untuk Bangunan Gedung). c. Bangunan gedung > 2 lantai, bangunan dengan bentang struktur > 6 m, bangunan basement, konstruksi baja meliputi ; (1) Advice planning; (2) Gambar Tapak Bangunan, SPAH, penghijauan/RTH privat; (3) Denah; (4) Tampak depan dan tampak samping; (5) Rencana Pondasi; (6) Rencana Atap; (7) Gambar Potongan; (8) Gambar Instalasi dan sanitasi (idem a) ; (9) Gambar sistem deteksi dan proteksi kebakaran; (10) Gambar Struktur dengan perhitungan struktur; (13) Tanda tangan tetangga bila bangunan bertingkat;

d. Bangunan gedung yang sudah berdiri, meliputi (1) Advice Planning; (2) Gambar Tapak Bangunan meliputi: letak bangunan, akses jalan, parkir, SPAH, penghijauan/RTH privat; (3) Foto bangunan tampak depan dan samping; (4) (5) Gambar bangunan; (6) Gambar Potongan; (7) Gambar Instalasi, dan sanitasi (idem a).


4 Kondisi Eksisting :

Perkembangan kawasan terbangun akan nampak manakala kita melihat kota-kota besar. Salah satunya adalah Yogyakarta dimana Perkotaan Yogyakarta mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan akan terus berlanjut. Adapun kondisi eksisting pembangunan hotel di perkotaan Jogya sebagai berikut:

a. Perkembangan kota di Sleman menyebabkan konversi lahan pertanian dan terjadi perkembangan kota yang melompat (leap frog). Sleman selama ini sebagai basis pertanian. Kondisi ini dikhawatirkan berpengaruh terhadap berkurangnya lahan pertanian produktif yang mengancam ketahanan pangan maupun masalahan lingkungan di Sleman dan DIY secara umum.

b. Data BPS DIY (2014), Banyaknya hotel dan Usaha Akomodasi menurut Kabupaten/Kota Tahun 2013 dan 2014 adalah sebagai berikut :


Tabel 1 Rincian Rute Layanan Angkutan Pemadu Moda Wonosari

c. Gubernur DIY telah mengeluarkan instruksi untuk menahan izin pembangunan gedung hotel baru dan perintah untuk merobohkan bangunan hotel yang tak berijin. Citra kota, status keistimewaan, potensi persaingan bisnis menjadi tak terkendali, serta aspirasi masyarakat jadi pertimbangan.

d. Sebagian besar hotel baru di Yogyakarta terletak di sekitar kawasan wisata. Data dinas perizinan kota di wilayah Malioboro terdapat 8 hotel yang sedang dalam proses pembangunan dan baru saja selesai pengerjaannya.


5 Pembahasan

IMB merupakan salah satu instrumen dalam pengendalian pemanfaatan ruang. IMB sebagai pintu pengendali tata ruang harus mempunyai alur dan landasan yang tepat serta mempunyai implementasi yang sesuai sasaran. Dari beberapa fakta dan kondisi eksisiting pembangunan hotel di perkotaan Yogyakarta dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut ini:

a. Persyaratan IMB cukup banyak dan mengikat, seharusnya menjadi pengendali dalam pembangunan ruang perkotaan. Dikaitkan dengan RTRW DIY dan RDTR Kota, bangunan harus memenuhi peruntukan yang telah ditetapkan didalam dokumen Tata Ruang beserta konsekuensi hukumnya, sehingga diharapkan Dinas Perijinan melakukan check dokumen dan recheck di lapangan.

b. Pengendalian pemanfaatan ruang penting dilakukan oleh pemkab/pemkot selaku pemberi ijin untuk selektif, hal ini untuk memaksimalkan fungsi lahan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Lemahnya mekanisme pengendalian pembangunan merupakan salah satu kendala dalam menerapkan RTRW di daerah.

c. Dari tiga kabupaten dan Kota sebagai representasi persayaratan IMB, relatif hampir sama, khususnya Pemkot mensyaratkan Advice Planning sebagai dasar perencanaan teknis bangunan sebelum IMB.

d. Advice Planning harus menjadi dasar bagi pemohon terkait dengan asistensi terhadap perencanaan konstruksi bangunan, namun lampiran advice planning jika dikaitkan dengan konstruksi dan beberapa rekomendasi tidak sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan.

e. Aspek teknis terkait aspek lingkungan (Amdal, IPL, UKL, UPL) ada didalam lembar penelitian awal berkas permohonan IMB, didalam surat pernyataan yang ditandatangani pemohon telah mensyaratkan kesanggupan membuat sumur resapan, kesanggupan mengalirkan limpasan air hujan ke SAH, air limbah ke SAL, kesanggupan menyediakan RTH privat. Namun karena pengawasan di lapangan lemah menyebabkan terjadi pelanggaran, seperti pengambilan sumber air dalam, pemanfaatan lahan maksimal tanpa RTH dan melanggar ROI.

f. Surat Pernyataan oleh pemohon pada point 8 “untuk memenuhi ketentuan dalam permohonan IMB saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan persetujuan tetangga sebelah saya .... tetapi belum berhasil. Sehubungan dengan hal tersebut saya bertanggungjawab apabila terjadi permasalahan akan saya selesaikan dengan musyawarah” sebaiknya tandatangan tetangga kiri kanan dan belakang sebagai syarat pengajuan ijin HO tetap menjadi syarat persetujuan membangun untuk mengurangi konflik dengan warga. Implementasinya, kemudahan ijin HO sering dimanfaatkan untuk tetap meneruskan pembangunan meskipun tetangga keberatan. Tahap konstruksi di lapangan menimbulkan kebisingan tidak diantisipasi, bahkan jam kerja diperpanjang sampai malam hari untuk mempercepat pembangunan.

g. Studi kasus di Sleman (ApartemenStudent Castle Park) yang sedang dalam proses mengajukan dokumen AMDAL untuk perijinan IMB yang mensyaratkan AMDAL maka Dinas Perijinan Kab. Sleman mengeluarkan ijin IMB sementara. Akibatnya sebelum hasil sidang AMDAL dan ijin lingkungan keluar, kegiatan konstruksi sudah dapat dimulai. Hal ini menjadikan AMDAL sebagai dokumen formalitas pemenuhan aturan yang rawan disalah gunakan, meskipun didalam persyaratan umum IMB di Sleman tidak disebutkan ada IMB sementara.

h. Kasus penolakan warga masyarakat Pogung terkait pembangunan apartemen Taman Melati di Sinduadi Pogung, telah dipasarkan melalui website sejak tanggal 25 September 2014. Dari hasil rapat koordinasi di Bappeda DIY diketahui bahwa pihak pengembang secara adminstrasi belum mengajukan permohonan penapisan Dokumen Amdal/UKL-UPL ke Kantor Lingkungan Hidup Sleman, yang sudah dilakukan adalah sosialisasi IPT (Ijin Penggunaan Tanah), sesungguhnya IPT bukan semata-mata untuk ijin melakukan kegiatan pembangunan , tetapi harus diikuti dengan dokumen perolehan tanah, dokumen Lingkungan dan Andal lalin, HO, ijin Operasional dll. Dari aspek Tata Ruang Kabupaten Sleman, peruntukannya adalah kawasan perumahan kepadatan sedang (kajian RDTR), status jalan inspeksi Mataram ( maksimal 4 m).

i. Seringkali dokumen AMDAL tidak menyertakan analisis dampak lalu lintas pada kegiatan yang berdampak luas terhadap lalulintas. Misalnya pembangunan hotel/apartemen di daerah Seturan yang merupakan kawasan dengan lalu lintas padat dan sering terjadi kemacetan karena bangunan bertingkat berdampak pada luas lahan parkir kendaraan. Selanjutnya lebar badan jalan di DIY pada umumnya hanya 6 – 10 meter sehingga berdampak melebihi daya tampung jalan, yang akhirnya menimbulkan kemacetan.


6 Kesimpulan

  1. Persyaratan ijin sudah cukup detail, tetapi dalam pelaksanaannya banyak aturan yang bisa dilanggar/direkayasa sehingga proses konstruksi bisa berjalan meskipun IMB belum keluar. Seharusnya menjadi kewajiban pemohon untuk membuat kajian AMDAL, UKL/UPL terlebih dahulu untuk memperoleh ijin lingkungan dan diajukan sebagai prasyarat IMB.
  2. Lemahnya kontrol dan pengawasan di lapangan oleh Institusi yang bertanggungjawab dalam pemberian ijin. Investigasi dan monitoring kurang sehingga pemohon dapat melakukan hal-hal yang menguntungkan dalam rangka efisiensi biaya.
  3. Policy maker di Kab/Kota kurang perhatian terhadap aspek teknis lingkungan yang berdampak panjang di kemudian hari yaitu daya dukung dan daya tampung dan faktor sosial (penolakan pembangunan) kurang menjadi pertimbangan utama dalam pemberian ijin, pertimbangan lebih kepada pada aspek ekonomi semata.
  4. Pemerataan pembangunan menurut fungsi zonasinya cenderung terabaikan oleh egoisme pengaturan dan Kebijakan Kabupaten/Kota yang menunjukkan mulai renggangnya keterkaitan budaya kota dan kabupaten di DIY (di Kota banyak berdiri mall dan retail modern, sementara di Bantul dibatasi bahkan ditiadakan).
  5. Perlunya profesional jugdement dan komitmen kepada penegakan aturan didalam pemberian ijin ( Kapasitas SDM pemberi ijin juga sangat menentukan) sehingga secara langsung fungsi pengendalian sudah berjalan.

 

7 Saran

  1. Pemberian ijin harus saling mengikat antara satu syarat dengan syarat yang lain sehingga pengurusan perijinan tidak bisa berjalan simultan atau diterobos. Misalnya keluarnya IMB sementara pada saat yang sama ijin lingkungan sedang atau bahkan belum diproses.
  2. Kewenangan pemberian ijin yang berada di Kabupaten/Kota, untuk mensikapi dampak yang ditimbulkan maka Pemda DIY harus dilibatkan dalam rekomendasi pemberian IMB terkait dengan RTRW Propinsi dan keberadaan Kawasan Strategis Propinsi yang eksistingnya berada di wilayah administratif Kabupaten/Kota serta Kawasan Heritage yang diatur dalam Perda Tata Ruang Keistimewaan DIY.
  3. Merujuk saran Prof.Sudaryono "Perlu ada pembagian wilayah atau zonasi dalam persebaran pembangunan hotel di Yogyakarta, yaitu zona inti dan zona penyangga" . Zona inti yaitu wilayah vital Yogyakarta dibatasi Sungai Code dan Sungai Winongo. Selanjutnya, “Zona inti yang merupakan wilayah vital, DIY akan semakin semrawut ketika jumlah hotel bertumpuk di daerah tersebut," karena kapasitas jalanjalan yang ada di Kota Yogyakarta telah memberikan pembatasan kewajaran bangunan, jalan khususnya di Yogya didesain untuk bangunanbangunan horizontal

 

8 Daftar Rujukan

BPS DIY, 2014, Tingkat Penghunian Kamar Hotel DIY Tahun 2014, Katalog BPS: 8403001.34

Dinas Perijinan Kabupaten Bantul, perijinan.bantulkab.go.id

Haris Firdaus.id/2015/03/dilema-hotel-di-yogyakarta/

Kantor Pelayanan Perijinan Kabupaten Sleman, perijinan.slemankab.go.id

Respati Wikantyoso, 2009.Pembangunan versus Pelestarian suatu “Dilema” Pembangunan Kota Malang, respati.ucoz.com/blog/pembangunan/2009 -11 -03 -13

Situs Resmi Dinas Perijinan Kota Yogyakarta, perizinan.jogjakota.go.id/

Sudaryono Sastrosasmito, Pertumbuhan Hotel di Yogyakarta: Bermanfaat atau Merugikan Sektor Pariwisata ? https://debating.guru/home/stateopinion/107, 13 April 2015

Tribun Jogya.com (20 Agustus 2015)

Undang undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Ir. Ika Warakasih Puspitawati MT.

Jabatan Perencana Fungsional

Kompleks Kepatihan, Danurejan, Yogyakarta
(0274)589583, (0274)557418
(0274)562811
(0274)586712
http://bappeda.jogjaprov.go.id
bappeda@jogjaprov.go.id

Kontak Kami

Silahkan Kirim Tanggapan Anda Mengenai Website Ini Atau Sistem Kami Saat Ini. Tanggapan Anda Sangat Membantu Untuk Meningkatkan Pelayanan Kami Kepada Masyarakat.Apabila terdapat kendala dalam menemukan informasi yang dicari dapat mengunjungi halaman FAQ