Pembangunan Kehutanan DIY
Salah satu fakta unik dalam mencermati hasil Sensus Pertanian DIY pada tahun 2013 adalah adanya penurunan jumlah rumah tangga pertanian selama kurun waktu sepuluh tahun (2003-2013), terkecuali sub-sektor kehutanan. Rilis resmi BPS DIY terhadap hasil Sensus Pertanian DIY 2013 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan untuk rumah tangga sub-sektor kehutanan dari 239,8 ribu (2003) menjadi 263,5 ribu (2013). Peningkatan rumah tangga untuk sub sektor kehutanan itu merupakan capaian yang patut diapresiasi, mengingat kondisi pada skala nasional justru menunjukkan penurunan. Bahkan sejumlah sub sektor strategis pertanian lainnya menunjukkan penurunan secara absolut maupun prosentase, baik dalam skala DIY maupun nasional.
Kenaikan absolut & kenaikan prosentase jumlah rumah tangga sub-sektor kehutanan dalam hasil rilis Sensus Pertanian di DIY dan nasional 2013
Sub Sektor Kehutanan | Kenaikan Absolut (000) | Kenaikan % |
DIY | 23.70 | 9.87 |
Nasional | - 44.98 | - 0.66 |
Sumber : analisa BPS DIY, 2014
Mencermati hasil rilis Sensus Pertanian diatas, memberikan suatu analisa bahwa peningkatan jumlah rumah tangga sub sektor kehutanan memberikan gambaran prospektif, terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan. Kesejahteraan yang dinikmati dari wilayah hutan merupakan suatu keniscayaan dalam mengupayakan terwujudnya hutan yang lestari. Keniscayaan itu juga bisa ditelusuri bahwa hubungan masyarakat dalam mengelola hutan bisa sinergis secara berkelanjutan. Data menunjukkan bahwa wilayah hutan di DIY terus meningkat. Peningkatan itu didominasi oleh luasan hutan rakyat, terutama pada wilayah Gunungkidul yang dikenal sebagai basis wilayah hutan (hutan negara maupun hutan rakyat) di DIY. Peningkatan luas hutan rakyat itu diduga memberikan implikasi yang positif bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Luasan wilayah hutan di Gunungkidul dan di DIY
Tahun |
Gunungkidul (Ha) |
DIY (Ha) |
||
Hutan rakyat |
Hutan negara |
Hutan rakyat |
Hutan negara |
|
2006 |
28.630,00 |
14.895,50 |
56.466,25 |
18.715,06 |
2010 |
31.671,83 |
14.895,50 |
61.708,02 |
18.715,06 |
2013 |
41.953,93 |
14.895,50 |
75.120,31 |
18.715,06 |
Sumber : analisa Dishutbun DIY, 2014
Berpijak atas fakta diatas, peran hutan sebagai penjaga fungsi hidroorologis (termasuk ekosistem) dalam wilayah DAS di DIY juga memiliki perkembangan yang menggembirakan. Kondisi itu bisa tedeteksi dari perkembangan luasan lahan kritis pada wilayah Gunungkidul, sebagai wilayah yang memiliki basis wilayah hutan terbesar di DIY. Analisa citra satelit yang dilakukan oleh BP DAS SOP (2013) menunjukkan penurunan luas lahan kritis di Gunungkidul. Penurunan itu memiliki korelasi dengan peningkatan luas hutan rakyat, baik secara statistik maupun visualisasi.
Perkembangan luas lahan kritis di Gunungkidul (hasil analisa citra satelit pada 2013)
Tahun |
Kritis (Ha) |
Sangat kritis (Ha) |
2004 |
22.329,90 |
569,31 |
2009 |
17.654,25 |
393,29 |
2013 |
13.673,62 |
0,00 |
Sumber : analisa data BP DAS SOP, 2014
Namun, sejumlah capaian signifikan diatas memberikan sejumlah persoalan pembangunan wilayah, terutama di Gunungkidul. Tingkat kemiskinan yang cukup tinggi pada wilayah Gunungkidul masih membayangi dengan keberadaan wilayah rawan pangan yang cukup signifikan karena persoalan rendahnya kesejahteraan masyarakat. Bahkan hasil hutan rakyat yang berupa kayu justru keluar wilayah (Solo, Sragen, Pati, Jepara, dan lainnya) dalam bentuk gelondongan. Pengolahan hasil hutan berupa kayu dilakukan diluar DIY sehingga nilai tambah dari produk kehutanan banyak dinikmati oleh wilayah di luar DIY. Wajar kiranya, manfaat hasil hutan tidak sepenuhnya optimal dinikmati oleh petani hutan di wilayah hutan itu sendiri. Distribusi sektor kehutanan di DIY sendiri selama 2008-2012 cenderung turun (dari 0,99 menjadi 0,82). Hal yang sama juga dialami pada distribusi sektor kehutanan pada wilayah Gunungkidul yang cukup dominan, menunjukkan pertumbuhan yang stagnan (berkisar pada angka 4 % setiap tahunnya).
Langkah Strategis
Hal itu memerlukan sebuah langkah akselerasi mengingat perkembangan kehutanan terbukti mampu menuju kelestarian wilayah secara berkelanjutan. Hutan sebagai penjaga sistem hidroorologis dalam perspektif wilayah dan sistem DAS, terbukti mampu memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hunian didalamnya, termasuk bagi manusia. Bahkan Pemda DIY sudah menggunakan strategi Renaisans Ekonomi untuk mewujudkan sebuah peradaban baru di DIY. Strategi Renaisans Ekonomi itu mnejadi pijakan dalam pembangunan kehutanan yang terintegrasi melalui desain program yang terintegrasi.
Program-program sebagaimana strategi renaisans ekonomi dalam mendukung pembangunan kehutanan dilakukan untuk mendukung capaian sasaran RPJMD DIY 2012-2017. Tentunya tanggungjawab pembangunan wilayah itu tidak hanya terbebankan pada satu lembaga/sektor saja, melainkan merupakan fungsi koordinasi yang melekat pada kepemimpinan & dukungan kewenangan yang integral, sebagaimana harapan untuk mewujudkan DIY sebagai pusat peradaban baru. Kehutanan diharapkan manjadi sektor utama yang mampu menjadi tumpuan strategis daalm mewujudkan itu menjadi sebuah langkah nyata dan berkelanjutan. Harapan ini adalah sebuah keniscayaan. Semoga. :