MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN PARTISIPATIF: STUDI KASUS MONEV PEMDA DIY
Abstrak
Reformasi birokrasi menekankan pada penyelenggaraan pemerintahan dengan mengacu pada prinsip-prinsip good government. Penerapan e-governance telah mendorong penyelenggaraan pemerintah yang lebih efektif, efisien, partisipatif, transparan dan akuntabel. Selama ini partisipasi publik dalam pembangunan masih terbatas pada ranah perencanaan, sedangkan dalam ranah implementasi program pembangunan partisipasi masyarakat masih sangat minim. Tulisan ini bertujan untuk memperoleh gambaran partispasi masyarakat dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan program pembangunan dengan studi kasus di Pemda DIY. Meskipun ruang partisipasi telah dibuka sejak tahun 2008 dengan memberi akses kepada publik terhadap data dan informasi progres pelaksanaan program/kegiatan yang sedang berjalan, namun sampai saat ini tingkat partisipasi publik masih rendah. Derajad partisipasi dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan program pembangunan tersebut masih bersifat informatif.Ketiadaan ruang publik untuk berkomunikasi dua arah menyebabkan tidak ada feed back dari masyarakat, sehingga pengawasan terhadap implementasi kebijakan maupun konfirmasi atas klaim kinerja pemerintah oleh masyarakat belum optimal.
Kata kunci: partisipasi, monitoring dan evaluasi
Pendahuluan
Pasca era reformasi, terjadi perubahan paradigma pembangunan di bidang pemerintahan di Indonesia. Pergeseran konsep dari pemerintah sebagai pemegang kekuasaan menjadi konsep pelayanan kepada masyarakat menuntut adanya perubahan mendasar di segala aspek dalam penyelenggaraan pemerintahan. Reformasi birokrasi diarahkan pada tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance. Bank Dunia menekankan konsep good governance sebagai cara kekuasaan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat. Menurut UNDP, ada delapan karakteristik good governance yaitu: (1) partisipasi; (2) penegakan hukum; (3) transparansi, (4) daya tanggap (responsiveness); (5) berorientasi pada konsesus (consensus orientation); (6) berkeadilan; (7) efektif dan efisien; dan (8) akuntabilitas.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam era otonomi harus menerapkan prinsip-prinsip pembangunan mengacu pada konsep good governance.Transparansi sebagai salah satu prinsip dalam good governance dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan oleh penguasa dalam penyelenggaraan negara yang didanai oleh publik. Disisi lain, transparansi dapat memberikan pengertian dan pemahaman publik mengenai hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan. Terdapat dua aspek dalam transparansi yaitu adanya aksesibilitas yaitu kesediaan pemerintah memberikan informasi penyelenggaraan pemerintahan kepada publik, dan akurasi informasi atau aktivitas pemerintahan.
Prinsip transparansi merupakan pintu bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Pembangunan partisipatif merupakan salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan sebagaimana tercantum dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Masyarakat selama ini telah banyak dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan khususnya dalam merencanakan kebijakan program/kegiatan dalam forum-forum resmi seperti Musrenbang, public hearing, dan forum sejenis lainnya. Namun dalam proses implementasi kebijakan yang ditetapkan melalui program/kegiatan yang dilaksanakan, partisipasi masyarakat masih minim.Masyarakat hanya dilibatkan pada tahapan paling awal sebagai bentuk legitimasi, tetapi sulit untuk memantau status aspirasi mereka di tingkat berikutnya, termasuk ketika telah menjadi dokumen peraturan daerah, perencanaan dan anggaran untuk diimplementasikan. Idealnya masyarakat dilibatkan dalam setiap tahap pembangunan mulai dari perencanaan, implementasi, serta monitoring dan evaluasi (monev) dalam rangka feed back untuk perencanaan pembangunan berikutnya.
Partisipasi Publik dalam Proses Implementasi Program Pembangunan
Masyarakat merupakan aktor penting dalam pembangunan karena menjadi objek sekaligus subyek pembangunan. Pelaku pembangunan perlu dilibatkan dalam seluruh proses pembangunan mulai dari identifikasi kebutuhan serta analisis masalah, perencanaan, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi (Chambers, 1992).Tingkat partisipasi masyarakat merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan wilayah. Menurut Riyadi (2000), produktivitas, efisiensi dan partisipasi masyarakat adalah indikator keberhasilan yang terkait erat dengan faktor-faktor yang menjadi ciri suatu wilayah dan membedakannya dengan wilayah lainnya. Indikator produktivitas diukur dari perkembangan kinerja suatu institusi beserta aparatnya, sedangkan efisiensi terkait dengan meningkatnya kemampuan teknologi/sistem dan kualitas SDM dalam pelaksanaan pembangunan dan partisipasi masyarakat merupakan indikator yang menjamin bagi kesinambungan pelaksanaan program di suatu wilayah.
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keterbukaan ruang partisipasiyaitu seberapa luas ruang partisipasi yang disediakan untuk diakses warga, seberapa kuat warga diberi hak suara untuk mengungkapkan berbagai ide dan gagasan, berapa banyak pilihan yang bisa ditawarkan dan dinegosiasikan, serta seberapa besar publik dapat mempengaruhi berbagai keputusan. Merujuk pada Buku Monograph, on Politics & Government yang diterbitkan oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM dan Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah, setidaknya ada tiga derajad partisipasi publik dilihat dari tingkat keleluasaan yang dibuka oleh pemerintah yaitu: (1) informatif, dimana pemerintah hanya sekedar mensosialisasikan dan menginformasikan apa saja yang menjadi rencana dalam proses kebijakan; (2) konsultatif, apabila pemerintah daerah sudah menyediakan ruang dan melembagakan keterlibatan warga dalam proses kebijakan. Masyarakat sudah dilibatkan dan memberi umpan balik atau tanggapan terhadap usulan, rumusan dan implementasi kebijakan; serta (3) ruang kewargaan, dimana partispasi publik tidak hanya terlembagakan namun juga sudah mampu mempengaruhi seluruh proses kebijakan yang ada. Lebih lanjut, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar partisipasi dapat berjalan diantaranya adalah keleluasaan, kesediaan dan kepercayaan, kemampuan dari kedua belah pihak, serta alat atau metode untuk interaksi yang menjadi sarana dimana proses partisipasi berlangsung.
Konsep pembangunan partisipatif sebagamaimana dikemukakan oleh Chambers menuntut adanya ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk mengakses informasi dalam proses pembangunan. Informasi tersebut menjadi dasar acuan untuk merespon pelaksanaan program pembangunan oleh pemerintah. Ketiadaan akses menyebabkan komunikasi timpang sebagai akibat kepemilikan informasi yang tidak setara. Dampak berikutnya adalah umpan balik yang menjadi goal dari komunikasi dua arah tidak bisa diperoleh secara maksimal. Sehingga, pemerintah sebagai badan publik harus menyediakan informasi yang diperlukan terkait dalam proses pembangunan, di sisi lain masyarakat dapat mengakses informasi tersebut serta memberikan umpan balik bagi perbaikan kualitas pembangunan.
Mengacu pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Pada ayat 3 dinyatakan bahwa setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Undang-Undang No 14 Tahun 2008 merupakan jaminan memperoleh informasi publik untuk meningkatkan partipasi aktif masyarakat pada proses penyelenggaraan negara. Setiap badan publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala (paling singkat 6 bulan sekali), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. Informasi perlu disajikan dengan struktur yang mudah dipahami karena stakeholder yang beragam dengan tingkat kemampuan yang berbeda.
Pemerintah daerah saat ini berlomba-lomba mengembangkan sistem informasi penyelenggaraan pemerintahan dalam rangkapenyediaan layanan informasi kepada masyarakat secara cepat, mudah, dan wajar. Penerapan e-governance dianggap dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan efektif, efisien, partisipatif, transparan dan akuntabel. Perkembangan teknologi dan informasi membuka kesempatan yang lebih luas kepada publik untuk berkontribusi melalui ruang-ruang publik yang disediakan di berbagai aspek pembangunan. Dengan e-governance diharapkan partisipasi publik tidak hanya sebatas pada perencanaan yang merupakan tahapan awal pembangunan, akan tetapi dapat berkontribusi lebih dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan penilaian kinerja pembangunan.
Pemerintah Daerah DIY, dalam upaya meningkatkan partisipasi publik di ranah implementasi kebijakan program/kegiatan telah menyediakan akses kepada publik atas pelaksanaan pembangunan di DIY melalui sistem aplikasi monitoring dan evaluasi (monev). Dengan sistem aplikasi monev dapat diperoleh data dan informasi pembangunan di DIY dengan cepat dan terjangkau karena dapat diakses sepanjang terkoneksi dengan jaringan internet. Keputusan untuk membuka akses publik atas proses pelaksanaan kegiatan di Pemda DIY berangkat dari perspektif transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan dasar pemikiran bahwa pembangunan yang dibiayai dengan dana publik harus dipertanggungjawabkan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Sistem Aplikasi Monitoring dan Evaluasi Pemda DIY
Sistem monitoring dan evaluasi (monev) merupakan sebuah aplikasi berbasis web yang memuat informasi pelaksanaan pembangunan di DIY. Sistem aplikasi monitoring dan evaluasi dengan alamat http://monevapbd.jogjaprov.go.id/ dibangun pada tahun 2008 yang diinisiasi oleh Bappeda DIY. Inovasi sistem monev merupakan hasil ide kreatif yang muncul dalam menjawab permasalahan collecting data dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan program pembangunan di DIY.Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pada umumnya terkendala pada ketersediaan data baik dari sisi kelengkapan maupun ketepatan waktu. Tujuan dengan adanya aplikasi tersebut adalah diperoleh data yang valid, akurat dan tepat waktu melalui mekanisme pengumpulan data yang lebih efektif dan efisien.
Sistem aplikasi monev memuat informasi pelaksanaan program/kegiatan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DIY yang disajikan dalam bentuk laporan secara periodik. Informasi pelaksanan program/kegiatan sangat detail dimulai dari rencana operasional pelaksanaan kegiatan beserta dukungan anggaran yang dibutuhkan setiap tahapan pekerjaan, progress pelaksanaan setiap program/kegiatan per bulan, sampai dengan kinerja hasil dari program/kegiatanyang ingin dicapai beserta dengan evaluasinya.
Informasi pelaksanaan program/kegiatan dalam sistem aplikasi monev terbagi dalam beberapa menu yaitu: (a) Menu Rencana Operasional Pelaksanaan Kegiatan (ROPK) memuat rencana pelaksanaan kegiatan yang dirinci per output kegiatan meliputi jenis-jenis aktivitas yang akan dilakukan beserta jadwal pelaksanaan; (2) Menu Monev APBD memuat laporan progress pelaksanaan program/kegiatan yang didanai APBD secara periodik (bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan); (3) Menu Monev Dana Keistimewaan (Monev Dais) merupakan menu khusus yang memuat informasi pelaksanaan urusan keistimewaan yang didanai dana keistimewaan; (4) Menu Penilaian Kinerja Kegiatan Instansi (PKKI), merupakan instrumen yang digunakan dalam penilaian kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atas pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan bersifat self assessment; (5) Menu E-Sakip, merupakan menu yang menggambarkan protret kinerja pembangunan di DIY melalui penyajian capaian indikator-indikator kinerja sasaran pembangunan sebagaimana dimuat dalam dokumen perencanaan yaitu RPJMD, Renstra SKPD, serta Perjanjian Kinerja. Dari menu ini dapat diketahui kinerja seluruh SKPD di Pemda DIY beserta pejabat struktural yang didasarkan pada perjanjian kinerja masing-masing secara berjenjang; dan (6) Menu Permen 54, memuat laporan evaluasi hasil Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja (Renja) SKPD.
Data pada aplikasi diinput oleh masing-masing SKPD di Pemda DIY. Data ROPK dientry pada awal tahun, sedangkan progress pelaksanaan program/kegiatan diinput setiap bulan dengan batas tenggat tanggal 10 bulan berikutnya. Data yang dientrykan meliputi realisasi pencapaian target, penyerapan dana, kendala yang dihadapi oleh SKPD/unit kerja, serta solusi atas permasalahan. Data kinerja outcome yang dimuat dalam menu e-sakip diinput setiap triwulan.
Sistem monev telah dilembagakan melalui Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program/Kegiatan Pembangunan Daerah sebagaimana telah diubah denganPeraturan Gubernur Nomor 73 Tahun 2013. Peraturan tersebut mengatur bahwa setiap SKPD harus melaporkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan program/kegiatan dalam bentuk laporan setiap bulan dalam format laporan sebagaimana dalam sistem aplikasi monev.
Sistem monev yang dimiliki oleh Pemda DIY dapat dikatakan sebagai pelopor dalam sistem informasi monev sektor publik. Sistem monev Pemda DIY dan sistem perencanaan (jogjaplan) telah mendapat apresiasi dari Kementerian PAN dan RB, dimana sistem tersebut dinilai memiliki peran penting dalam implementasi sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). Pada penilaian implementasi SAKIP oleh Kementerian PAN dan RB tahun 2015 dan 2016 Pemda DIY memperoleh predikat A. Atas prestasi tersebut, Pemda DIY kemudian menjadi rujukan bagi daerah lain dimana sistem monev kemudian direplikasi oleh pemerintah daerah lain.
Pemanfaatan Sistem Monev
Sistem aplikasi monev memberikan ruang bagi setiap stakeholder pembangunan di DIY untuk berpartisipasi aktif dalam monev pelaksanaan kegiatan.Sistem tersebut tidak hanya berguna secara internal dalam penyelenggaraan pemerintah, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh publik untuk berbagai kepentingan mengingat akses data yang diberikan relatif lengkap.
Secara internal, sistem monev telah dimanfaatkan untuk berbagai hal khususnya dalam rangka pelaksanaan pengendalian dan pelaporan program/kegiatan pembangunan di DIY.Sistem monev selama ini dimanfaatkan untuk pengumpulan data rangka pengendalian pelaksananan program pembangunan, pelaporan, penilaian kinerja serta evaluasi sebagai feed back perencanaan pembangunan. Dalam rangka pengendalian, sistem monev dimanfaatkan sebagai instrumen awal untuk melakukan pemantauan/monitoring pelaksanaan seluruh program kegiatan. Monitoring atau pemantauan dimaksudkan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan perencanaan atau tidak. Dikatakan sebagai instrumen awal karena dalam pengendalian, informasi dalam sistem monev merupakan data awal untuk mendeteksi ada tidaknya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Apabila ada indikasi ketidaksesuaianmaka akan ditindaklanjuti dengan jenis kegiatan monev lainnya seperti desk timbal balik maupun peninjauan lapangan. Monitoring secara periodik dapat meminimalisir adanya ketidaksesuaian karena dapat dideteksi secara dini sehingga dapat diambil langkah-langkah perbaikan agar pelaksanaan kegiatan kembali on the track sehingga target yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Pemanfaatan sistem monev selanjutnya adalah dalam sistem penilaian kinerja serta pemberian reward and punishment. Pemda DIY menggunakan sistem monev sebagai salah satu alat penilaian kinerja organisasi yang kemudian diturunkan ke penilaian kinerja individu.Kinerja SKPD dipotret melalui pelaksanaan kegiatan yang menjadi tugas masing-masing SKPDyang disebut dengan Penilaian kinerja kegiatan instansi (PKKI). Penilaian pelaksanaan kegiatan ini bersifat self assessment, artinya masing-masing SKPD diwajibkan melakukan penilaian mandiri atas pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi kewajibannya dengan mengacu pada kaidah-kaidah yang disepakati bersama. Kinerja SKPD tersebut diumumkan kepada publik oleh Gubernur DIY secara berkala, dimana publikasi kinerja tersebut pada esensinya juga merupakan salah satu bentuk reward and punishment. Pemanfaatan sistem monev lainnya adalah dalam rangka pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), dimana pengendalian dan pelaporan menjadi salah satu komponen penilaian disamping komponen pengelolaan anggaran, pengelolaan SDM, pengelolaan barang dan arsip.
Selain pemanfaatan oleh internal pemerintah, sistem monev juga dimanfaatkan oleh pihak eksternal. Hanya saja, pemanfaatan sistem monev oleh publik sampai saat ini masih sangat minim. Sebagai contoh adanya pemanfaatan oleh institusi pendidikan. Pemanfaaan yang lebih luas oleh publik sangat dimungkinkan karena informasi tidak hanya terbatas pada kinerja serapan anggaran, tetapi juga kinerja output dan outcome program/kegiatan. Minimnya pemanfaatan oleh publik dikarenakan tidak ada sosialisasi khusus kepada publik mengenai sistem tersebut, sementara publikasi yang telah dilakukan lebih banyak kepada instansi pemerintah yang terkait dengan pengendalian, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan pemerintahan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Sistem Monev Sebagai Ruang Komunikasi Publik Dalam Rangka Monitoring Partisipatif
Akses untuk publik dalam sistem monev olehPemda DIY sejatinya merupakan penciptaan ruang komunikasi publik. Namun demikian Pemda DIY dalam hal ini masih terbatas pada penyebarluasan informasi atas pelaksanaan program/kegiatan yang sedang berjalan,masyarakat DIY belum terlibat secara aktif dalam monev pelaksanaan program pembangunan. Dengan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa derajad partisipasi masyarakat dalam proses implementasi program pembangunan di DIYmasih dalam tingkatan terendah.Merujuk pada tiga derajad partisipasi publik dilihat dari tingkat keleluasaan yang dibuka oleh pemerintah, maka tingkat partisipasi masih bersifat informatif, dimana pemerintah hanya sekedar mensosialisasikan dan menginformasikan apa saja yang menjadi rencana dalam proses kebijakan, belum mencapai pada tataran partisipasi konsultatif.
Komunikasi dalam sistem monev masih satu arah yaitu dari Pemda DIY kepada masyarakat.Komunikasi pasif disebabkan karena masih minimnya sosialisasi sistem monev kepada masyarakat. Selain itu, komunikasi resiprokal belum bisa dilakukan karena sistem tersebut belum memberikan ruang komunikasi kepada publik untuk berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat memberikan umpan balik terhadap data dan informasi yang disajikan. Faktor tersebut kemudian berdampak pada masih minimnya pemanfaatan data dan informasi dalam sistem monev oleh publik. Pemanfaatan oleh kalangan akademis misalnya, masih terbatas untuk tujuan penelitian dan belum dimaksudkan untuk turut memonev secara langsung dan memberikan masukan terhadap pelaksanaan program/kegiatan yang sedang berjalan. Selama ini penggunaan sistem monev cenderung fokus untuk layanan internal pemerintah.
Untuk meningkatkan derajad partisipasi dalam monev pelaksanaan program pembangunan, sistem monev perlu dilengkapi dengan membuat saluran publik dimana masyarakat bisa berkomunikasi seperti dengan menyediakan forum dimana masyarakat bisa berdialog dengan pemerintah seperti berkomentar, mengajukan pertanyaan, memberi saran/masukan ataupun kritik atas pelaksanaan program kegiatan. Dialog secara langsung membuka peluang untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat konsultatif.
Ada beberapa alasan mengapa perlu membuka ruang komunikasi publik dalam sistem monev. Masyarakat dapat berperan dalam pengawasan pelaksanaan kegiatan sehingga dapat meminimalisir penyimpangan, sekaligus mengontrol kinerja serta memberikan konfirmasi terhadap klaim kinerja pemerintah. Sebagai contoh masyarakat penerima manfaat ataupun terdampak secara langsung dari program/kegiatan dapat memberikan konfirmasi atas kinerja yang diklaim oleh SKPD terkait. Selama ini akses masyarakat untuk mengkonfirmasi kinerja pemerintah daerah masih sangat minim.
Tujuan utama dari monitoring dan evaluasi partisipatif adalah umpan balik dari masyarakat. Pemerintah perlu responsif, sehingga umpan balik ini dimanfaatkan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan seperti solusi atas permasalahan-permasalahan yang timbul selama pelaksanaan kegiatan, bagaimana perumusan kebijakan ke depan, rancangan program kegiatan yang tepat sasaran dan tepat waktu, dan seterusnya. Apabila umpan balik dalam komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat dapat berlangsung secara berkesinambungan, maka dari waktu ke waktu ada perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintahan yang berdampak pada kualitas pembangunan.
Selanjutnya, sistem monev dapat dimanfaatkan sebagaisarana edukasi publik dimana baik masyarakat maupun pemerintah dapat meningkatkan kapasitas dalam analisis sosial dan analisis kebijakan. Pemerintah dapat memberikan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan dalam rangka monev pelaksanaan programkegiatan. Di sisi lain, masyarakat dapat berkontribusi disesuaikan dengan kapasitasnya. Monitoring dan evaluasi atas implementasi kebijakan memerlukan pengetahuan holistik, baik ranah filosofis maupun teknis. Cakupan pengetahuan dalam proses implementasi kebijakan sangat luas seperti aspek peraturan perundangan, metode/mekanisme kerja, pengukuran kinerja, aktor-aktor yang terlibat, sumberdaya yang dibutuhkan, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi selama implementasi.
Adanya ruang komunikasi publik dalam sistem monev tentunya menimbulkan konsekuensi dalam pengendalian pembangunan di DIY. Aktifitas pemerintah terkait dengan implementasi dan evaluasi program pembangunan memiliki karakter yang elusif dan kompleks, sehingga pemerintah cenderung berhati-hati dalam tahap ini. Dibukanya ruang komunikasi dalam proses monitoring dan evaluasi kebijakan tanpa adanya batasan/kontrol justru akan berdampak buruk dalam pelaksanaan program pembangunan. Oleh karenanya, forum dialog dalam sistem monev harus tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas.Salah satu bentuk kontrol dalam monitoring partisipatif adalah dengan menganut konsep keterwakilan. Artinya, publik yang mendapat akses untuk bisa berdialog di ruang publik dalam sistem monev dibatasi. Pembatasan terhadap publik yang terlibat bukan berarti diskriminasi, akan tetapi mencegah permasalahan yang timbul sebagai akibat dari faktor ahistori terhadap program-program pembangunan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi pihak-pihak representatif yang relevan dengan isu. Dialog akan lebih diutamakan bagi individu atau kelompok yang mendapat keuntungan atau terdampak baik secara langsung maupun tidak langsung, serta pihak-pihak lain yang memiliki concern dengan pembangunan. Sebagai contoh untuk DIY dapat melibatkan Tenaga Ahli yang ada di SKPD yang telah ditunjuk oleh Gubernur untuk turut mengawal implementasi program/kegiatan yang telah direncanakan.
Untuk mengarah pada monitoring partisipatif dengan penciptaan ruang publik dalam sistem monev, maka baik pemerintah maupun masyarakat perlu mempersiapkan diri. Pemerintah perlu meningkatkan kualitas berbagai aspek dalam sistem monev yang ada saat ini seperti kualitas konten yang dimuat dalam sistem monev, kapasitas SDM, serta infrastruktur yang memadai. Pemerintah juga harus siap terhadap berbagai bentuk respon dari masyarakat baik yang bersifat dukungan, saran dan kritik. Mengingat publik secara umum belum familiar dengan sistem monev ini, proses komunikasi dua arah perlu diawali dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi merupakan bagian dari strategi membangun komunikasi partisipatori dalam pembangunan. Di sisi lain, masyarakat perlu meningkatkan kapasitas untuk terlibat dalam proses pembangunan secara intensif. Masyarakat diharapkan dapat berkontribusi positif kepada pembangunan dengan memberikan tanggapan yang difokuskan dalam rangka kontrol pelaksanaan pembangunan.
Penutup
Masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap proses pembangunan dimulai dari proses pengambilan kebijakan, implementasi, dan monev atas pelaksanaan pembangunan. Perkembangan teknologi informasi memberi ruang publik yang lebih luas untuk monev partisipatif dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pembangunan yang transparan dan akuntabel. Pemda DIY telah memulai memberikan kesempatan kepada publik untuk berpartisipasi dalam monev pelaksanaan program pembangunan melalui sistem informasi monev. Namun demikian tingkat derajad partisipasi dalam monev tersebut perlu ditingkatkan dengan membuka ruang komunikasi publik untuk memperoleh feed back sehingga pelaksanaan program pembangunan semakin berkualitas.Untuk mencapai hal demikian, perlu kesiapan baik pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah daerah perlu memperbaiki baik itu menyangkut sistem informasi yang telah dibangun, kualitas data dan informasi yang disajikan, maupun sarana dan prasarana pendukung. Di sisi lain, masyarkat juga perlu meningkatkan kapasitas untuk berkontribusi secara positif dalam implementasi program pembangunan.
Daftar Pustaka
Astuti, Sri Yuni Woro. 2005.Peluang dan Tantangan Penerapan e-Governance dalam Konteks Otonomi Daerah. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Vol.18 No.2005 (93-110)
Chambers, Robert. 1992.Rural Appraisal: Rapid, Relaxed and Participatory. Institute Development Studies Discussion Paper 311
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM dan Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah. Menuju Bekerjanya Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Partisipasi, Transparansi, dan Akuntabilitas), Monograph, on Politics & Government Vol 3 No. I. 2009 (1-84)
Lubis, Syakwan. 2007. Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik. Jurnal Demokrasi Vol. VI No. 1 Tahun 2007
Nurhadryani, Yani. 2009. Memahami konsep e-Governance serta Hubungannya dengan e-Government dan e-Demokrasi. Materi Seminar Nasional Informatika 2009 (semnas IF 2009) UPN “Veteran” Yogyakarta, 23 Mei 2009
Riyadi, Dedi M. Masykur. 2000.Pembangunan Daerah Melalui Pengembangan Wilayah. Bahan paparan disampaikan pada Acara Diseminasi dan Diskusi Program-program Pengembangan Wilayah dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat di Daerah, Hotel Novotel, Bogor, 15-16 Mei 2000
Rustan A. Partisipasi Masyarakat dalam Melakukan Kontrol Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Available on: https://www.academia.edu/4049338/PARTISIPASI_MASYARAKAT_DALAM_MELAKUKAN_KONTROL_TERHADAP_PENYELENGGARAAN_PEMERINTAHAN_DAERAHPenyelenggaraan_Pemerintahan_Daerah_Transparansi_Manajemen_Publisitas_Optimalisasi
Peraturan Perundangan
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 48 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program/Kegiatan Pembangunan Daerah
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 73 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 48 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program/Kegiatan Pembangunan Daerah
Undang-Undang U Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.