PEMBENTUKAN GENERUS UNGGUL SEBAGAI ALTERNATIF MELENGKAPI PERENCANAAN REVOLUSI MENTAL
Abstrak
Saat uforia gerakan Reformasi Birokrasi, justru muncul anomali dimana banyak tokoh-tokoh birokrasi, politik, masyarakat bahkan tokoh agama terjerat kasus korupsi dan perbuatan a-moral lainnya. Di ranah masyarakat umumpun, hampir berbagai media dan tiap hari tersaji informasi perbuatan-perbuatan yang mencerminkan perilaku masyarakat yang menyimpang dari aturan formal/Perundang-undangan, norma-norma agama, adat dan budaya. Tidaklah salah jika indek kebaikan pada penelelitian Washingoton University, Indonesia menduduki rangking 140 dan psikolog UI Prof.Dr, Hamdi Moeloek, mengatakan, “saat ini nilai-nilai luhur bangsa makin terkikis hilang yang diakibatkan oleh sikap mental yang lemah. Mentalitas ini dapat merusak struktur kehidupan berbangsa dan bernegara selanjutnya”. Bapak Jokowi-JK memunculkan Revolusi Mental sebagai solusi, yang intinya merupakan suatu gerakan dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategis (Integritas, Etos kerja dan Gotong Royong) yang diperlukan oleh bangsa dan negara untuk mampu menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat dengan sasaran aparat negara dan birokrasi. Konsep revolusi mental tersebut perlu dilengkapi dengan action plan yang lebih feasibel untuk betul-betul terjadi perubahan mentalitas yang diharapkan dengan gerakan pembentukan generasi unggul prosesional religius.
Kata Kunci : Generus Unggul, Revolusi Mental
1. Fakta/Permasalahan
Saat uforia gerakan Reformasi Birokrasi, justru muncul anomali dimana banyak tokoh-tokoh birokrasi, politik, masyarakat bahkan tokoh agama terjerat kasus korupsi dan perbuatan a-moral lainnya. Di ranah masyarakat umumpun, hampir berbagai media dan tiap hari tersaji informasi perbuatanperbuatan yang mencerminkan perilaku masyarakat yang menyimpang dari aturan formal/Perundang-undangan, norma-norma agama dan adat. Sangat mengerikan, adanya peningkatan kasus kasus seperti, bapak memperkosa anak gadisnya sendiri, inces, kasus mutilasi, perkosaan yang pelaku dan korbannya masih di bawah umur, trafficking, pembunuhan sadis berlatar belakang penyimpangan seksual (Homosex), Kasus Narkoba (khususnya DIY), dimana awal DIY hanyalah sasaran utama peredaran namun menjadi daerah produksi narkoba yang potensial, dan masih banyak kasus PMKS lainnya . Hal tersebut bisa terjadi dan tidak bisa dipungkiri dimungkinkan sebagai dampak pengambilan kebijakankebijakan kita selama ini. Panglima TNI, Jendral gatot Nurmantyo mengutip penelelitian Washingoton University, yang menilai peringkat negara-negara berdasarkan standar kebaikan yang diajarkan Al-Quran dan Al-Hadist.
Hasil penelitian menunjukkan negara non muslim, Selandia baru, di peringkat teratas, sementara Indonesia menduduki peringkat 140, ini sangat ironis, kalau penilaian berdasarkan jumlah yang naik haji, Indonesia mungkin nomor satu. Sedangkan menurut pakar psikologi Universitas Indonesia Prof.Dr, Hamdi Moeloek, saat ini nilai-nilai luhur bangsa makin terkikis hilang yang diakibatkan oleh sikap mental yang lemah. Mentalitas ini dapat merusak struktur kehidupan berbangsa dan bernegara selanjutnya. Ini terlihat ketika sebagian rakyat jauh dari keteraturan, ketertiban, tanpa nilai-nilai kejujuran dan tidak memiliki rasa tanggungjawab. Inilah fakta yang terjadi pada sebagian masyarakat Indonesia hampir di setiap lapisan msyarakat (Kedaulatan Rakyat, 29 Nopember 2015). Pemerintah SBY saat itu khususnya untuk kasus-kasus korupsi disikapi dengan membentuk sebuah komisi yang sampai saat ini masih eksis, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Adanya KPK diharapkan adanya akselerasi penurunan baik kualitas dan kuantitas kasus korupsi, namun sampai di penghujung akhir pemerintahan SBY, kasus korupsi justru semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitas. Beberapa pihak ada yang peduli dengan berbagai upaya, namun banyak pihak bersikap skeptif/kurang peduli terhadap kondisi lingkungannya karena sudah berubah menjadi suatu budaya. Situasi seperti tersebut di atas, oleh Calon Presiden-Wapres ”Jokowi-JK”
waktu itu ditangkap sebagai jlagron politiknya, dengan mengangkat Nawa Cita yang di dalamnya ada Revolusi Mental”. Analisis sementara kami, terpilihnya Jokowi-Jk barangkali dengan revolusi mentalnya itu dan jika memang benar demikian, hal tersebut berarti mengandung suatu makna dan harapan besar dari masyarakat bahwa revolusi mental itu sebagai bagian solusi pemecahan masalah sosial yang terjadi selama ini.
Seperti kita ketahui bahwa pada saat ini, konsep revolusi mental masih dibahas dan secara simultan substansi konsep tersebut telah disosialisaikan di masyarakat dan dimintakan masukan ke daerah-daerah, terbukti pada tanggal 27 Nopember 2015 lalu diadakan FGD di Yogyakarta yang membahas tentang tindaklanjut/implementasi konsep revolusi mental. Di masyarakat juga menyikapinya berbeda-beda, ada yang sangat antusias dan menaruh harapan besar dan ada yang pesimistis, artinya masih ada yang pro dan kontra. Terlepas adanya pro dan kontra, revolusi mental perlu kita apresiasi dan perlu kita kritisi secara konstruktif, setidaknya kita memberikan masukan beberapa hal yang perlu dilengkapi.
2. Sekilas konsep “Revolusi Mental Pemerintah RI”
Definisi, ;
- Revolusi Mental (Revmen) merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat (pemerintah dan rakyat) dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategis yang diperlukan oleh bangsa dan negara untuk mampu menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan persaingan di era globalisasi
- Revmen dapat diartikan juga sebagai gerakan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku setiap orang untuk berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa di dunia.
Tujuan, :
- Mengubah cara pandang, pikir, sikap, perilaku dan cara pikir yang berorientasi pada kemajuan dan kemordernan
- Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap optimistik dalam menatap masa depan dengan berprestasi tinggi, produktif dan berpotensi menjadi bangsa maju dan modern dengan fondasi tiga pilar Trisakti
- Mewujudkaan Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, berkepribadian yang kuat melalui nilai-nilai integritas(jujur, dipercaya, berkarakter, tanggungjawab), etos keras (Kerja keras, daya saing, optimitis, inovatif, dan produktif) dan gotong royong (kerjasama, solidaritas, komunal, berorientasi pada kemaslahatan).
Ada 8 prinsip, :
- Bukan proyek tapi gerakan sosial
- Ada tekad politik untuk menjamin kesungguhan pemerintah
- Harus bersifat lintas sektor, tidak boleh diserahkan pada kementrian tertentu
- Bersifat partisipatoris
- Diawali program pemicu (Valau attack)
- Desain program harus User Friendly, populer, menjadi bagian dari gaya hidup dan sistemikHolistik
- Nilai-nilai yang dikembangkan bertujuan mengatur kehidupan sosial (moralitas publik)
- Dapat diukur dampaknya
Arah Implementasi Revmen :
3. Analisis kritis terhadap konsep Revolusi Mental
Beberapa analisis,:
- Mencermati perjalanan pemerintahan Jokowi-Jk yang sudah berjalan hampir satu tahun, dimana merupakan tahun pertama implementasi revolusi mental, harus kita apresiasi dimana beberapa waktu yang lalu, pada acara mata najwa di Metro TV, kita saksikan bersama komitmen Presiden Jokowi untuk memutus kontrak PT. Freepot, sebuah langkah nyata awal sikap pemimpin berintegritas, tegas dan berani yang belum terjadi pada pemimpin-pemimpin sebelumnya. Ketika kita dilecehkan dengan sikap pencuri ikan dari negara tetangga yang terus saja mencuri ikan di perairan kita dan sudah diingatkan, dengan langgam yang lowprofile presiden berkata, “Bakar saja, begitu kok repot, tenggelamkan saja! Dan terjadilah, kapal-kapal itu diledakkan. Artinya rakyat mendapatan titik cerah atau harapan adanya perubahan dari pemimpinnya.
- Menanggapi pendapat sebagian masyarakat yang berpikir revolusi mental itu gaya baru komunis, hal tersebut cukup berlebihan dan patut disimak hasil kajian UKM LKm-SA, Lembaga Kajian Mahasiswa Sultan
Agung,: “Gagasan revolusi mental, sebagai usaha memperharui corak berpikir dan bertindak suatu masyarakat, bisa ditemukan di ideologi dan agama manapun. Dalam Islam pun ada gagasan revolusi mental, yakni konsep ‘kembali ke fitrah’: kembali suci atau tanpa dosa. Jadi, gagasan ini bukanlah produk komunis atau ideologi-ideologi yang berafiliasi dengan marxisme.
- Namun demikian, kalau dicermati dan untuk mengkritisi konsep revolusi mental tersebut di atas yang
sekarang ini sedang dibahas oleh pemerintah, perlu dilihat siapakah sasaran utama gagasan tersebut dan
dari mana dimulai revolusi mental tersebut menjadi penting untuk menjawab apakah memang gagasan
tersebut dapat disebut sebagai sebuah revolusi mental yang feasibel. Sasaran revolusi mental pada konsep itu adalah aparat Negara dan birokrasi karena disebutkan secara eksplisit pada arah implementasinya, yaitu “perombakan cara berpikir, cara kerja dan cara hidup dengan mempertanyakan apa yang harus dilakukan agar terjadi perombakan itu yang membangun integritas, etos kerja dan gotong royong aparat Negara dan birokrasi”. Kalau diasumsikan bahwa memang untuk membangun masyarakat yang baik itu harus dimulai dari para pemimpinnya/pengelola Negara/aparat Negara/birokrasinya, adalah memang betul. Namun harus diingat sangatlah sulit terjadi perombakan kalau sasaran utama dan dimulainya dari para birokrat karena mereka adalah hasil didikan/cetakan yang salah dan sudah terlanjur terkontaminasi dengan berbagai nilai/karakter yang sudah mengakar kuat dalam perilakunya dan juga harus diingat masa kontrak kerja Pemerintahan Jokowi-JK itu terbatas hanya 5 tahun, secepat itukah terjadi perombakan ? Bagaimana keberlanjutaan gerakan ini jika Jokowi-Jk tidak terpilih pada pemilu berikutnya? Dari aspek implementasi sangat memungkinkan masih sama dengan implementasi reformasi birokrasi, artinya kalau kinerja itu dilihat dampaknya, beberapa analis mengatakan belum berhasil terbukti korupsi semakin menggurita. Singapura, Malaysia, korea Selatan dan Jepang membutuhkan waktu kurang lebih setengah abad baru ada perubahan mental secara signifikan, artinya apa ? Apakah ini hanya bagian dari jlagron politik ? negaranegara tersebut langkah awal yang ditempuh adalah bagaiamana menyiapkan generasi penerusnya dari sejak dini untuk dipersiapkan menjadi aparat Negara yang beritegritas, beretos kerja tinggi dan berjiwa gotong royong, tentu saja secara sistemik dan berkelanjutan. Jadi mestinya kita membidik revolsi mental itu adalah pengelolaan generasi berikutnya, bukan para aparat Negara saat ini, salama 5 tahun kedepan ini. Artinya Pemerintahan Jokowi seharusnya penghantar menuju revolusi mental
itu atau ibarat sebagai pencetak generus yang strategis karena merupakan 5 tahun pertama kehidupan generus/pendidikan PAUD.
- Kalau mencermati pada tataran contoh program dan kegiatan, sebetulnya tidak jauh perbedaaan dengan program/kegiatan pemerintahan sebelumnya, artinya belum ada action plan yang asimetris
menuju langkah revolusi mental. Sehinggga secara konseptual/cascading menuju program/kegiatan gagasan revolusi mental sudah bagus namun perlu dilengkapi dengan implementasi atau action plan yang sistemik (dimulai dari bagaimana membentuk/melahirkan generasi sejak dalam kandungan sampai dewasa atau siap jadi pemimpin), ada proteksi dari pengaruh negatif dan berkelanjutan serta ada penguatan pada evaluasi dan monitoringnya.
- Demikian pula dari aspek sosialisasi, gagasan revolusi mental khusus pada implementasinya Pemerintah perlu segera secara lugas menyampaikan kepada publik bagaimana contoh riil menuju
sebuah revolusi itu sebagaimana ditulis oleh Agus Sutisna, dalam landasan ontologis "revolusi mental" sang presiden”, : “Di atas pijakan ontologis itulah mestinya gagasan “Revolusi Mental” Jokowi diletakkan, apapun jenis dan rupa mental yang hendak diperbarui atau direvolusi itu. Dan ini, harus dengan lugas dan terang benderang diartikulasikan dalam tulisannya, atau pada kesempatan lain kepada masyarakat. Dengan cara demikian, kecurigaan dan tudingan-tudingan “bercitarasa Marxisme” terhadap gagasannya itu tidak perlu muncul dan merebak. Saat ini, kebutuhan publik terhadap penjelasan yang komprehensif, lugas dan terang benderang perihal gagasan “Revolusi Mental” ini terasa semakin relevan bahkan urgent mengingat Jokowi sudah resmi dan sah menjadi Presiden yang akan memimpin negarabangsa ini lima tahun kedepan, yang di tangannya tergenggam kekuasaan besar yang dapat “mengubah” wajah negara bangsa ini”.
4. Pembentukan Generasi Unggul sebagai alternatif melengkapi konsep Revolusi Mental
Penulis mencoba menggagas sesuatu yang barangkali merupakan gagasan asimetris terhadap konsep yang selama ini berjalan dengan mengenalkan/melengkapinya dengan gagasan Pembentukan Generasi Penerus yang Unggul, Profesional dan Religius berbasis Home schooling dan Boarding School yang terintegrasi dengan Gerakan Revolusi Mental
Valau’s for inspiration, :
1. Tuhan berfirman, “Hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan yang mengajak kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran”
2. Rosul bersabda, “suatu ketika nanti akan ada sebaik-baiknya panglima/pemimpin dan sebaikbaiknya
pasukan/masyarakat”, Dan, ....... “Akan rusak masyarakat itu walau masyarakatnya itu baik/berkualitas apabila pemimpinnya dholim/amoral/tidak berkualitas, dan Tidak akan rusak masyarakat itu meski kondisinya jelek/tak bermoral seandainya pemimpinnya bagus/berkualitas/profesional dan religius”,
3. Bung Karno berkata, “Datangkan kepadaku, 10 pemuda (saja), kan kugoncangkan dunia ini !!” Dari nilai
-nilai tersebut di atas, penulis berpikir, :itu segolongan, tidak semuanya, sehingga perlu rekayasa sosial mencetak segolongan itu ”ibaratnya, ASI eksklusif dengan rekayasa dan lingkungan tertentu menjadikan generasi unggul profesionalreligius”, “Rekayasa sosial pembentukan generasi unggul profesional religius untuk revolusi mental adalah sebuah keniscayaan !”
- Latar Belakang, :
Adanya nilai-nilai di atas adalah sebuah keniscayaan yang perlu ditindaklanjuti dengan langkah asimetris/out of the box . Lingkungan amat sangat tidak mendukung bagi terwujudnya generasi unggul, seperti :
1. Bahan dan makan tidak sehat (Jajanan anak)--? merusak otak
2. Pergaulan bebas (free sex, penyimpangan sexual, anjal dll)
3. Sistem perekonomian, politik, budaya/sosial yang berdampak pada pola hidup/life style seperti indifidualistik, hedonisme, anarkhis, konsumerisme, dan ......
Prinsip-prinsip
1. Gerakan ini berkelanjutan dan akan dipetik hasilnya (Pemimpin-pemimpin yang professional dan religius) setelah masa keprisidenan yang kelima,
2. Gerakan ini sebagai pelengkap/tindak lanjut konsep revolusi mental yang telah ada, artinya bagian integral dari konsep revolusi mental itu, karena konsep tersebut membutuhkan langkah yang terencana, sistemik dan berkelanjutan
3. Sebagai masukan dari Revisi RPJP Nasional karena konsep ini diasumsikan selama 23 tahun, sehingga Pemerintahan Jokowi
-Jk itu merupakan pionir yang dimulai tahun 2016 (mulai dalam kandungan sampai dengan umur anak usia 23 tahun) atau dapat menjadi alternatif masukan pada revisi RPJMD/RPJMP DIY sebagai daerah istimewa yang mempunyai peluang untuk berpikir out the box ? Karena generasi kita dari sejak kandungan sampai diprediksi akan menjadi pemimpin tidak mampu untuk tidak terpengaruh (yang negatif) dahsyatnya lingkungan saat ini, sangat diperlukan model pendidikan yang lebih menekankan pada pertahanan diri/defensif namun tetap terkontrol, terencana, terukur, berjenjang dan berkelanjutan, dan sebagai alternatif perencanaan untuk itu perlu adanya gerakan pendidikan berbasis Home Schooling dan Boording School yang teritegrasi pada konsep Gerakan Revolusi Mental.
Penutup
5.1 Kesimpulan
Untuk disebut telah ada sebuah gerakan Revolusi Mental harus ada upaya yang holistik dan ada kebijakan asimetris yang memungkinkan terwujudnya lingkungan untuk perubahan yang revolusiner sekalipun pada saat bersamaan atau secara simultan konsep revolusi mental yang sekarang ini terus berjalan. Sebagai pertimbangan, bahwa Generasi kita dari sejak kandungan sampai diprediksi akan menjadi pemimpin tidak mampu untuk tidak terpengaruh (yang negatif) dahsyatnya lingkungan saat ini, sangat diperlukan model pendidikan yang lebih menekankan pada pertahanan diri namun tetap terkontrol, terencana, terukur, berjenjang dan berkelanjutan,
5.2 Rekomendasi
Konsep diharapkan sebagai alternatif perencanaan yang melengkapi konsep revolusi mental, untuk itu perlu adanya gerakan pendidikan berbasis Home Schooling dan Boording School yang teritegrasi pada konsep Gerakan Revolusi Mental. Kongkritnya, menggagas kembali adanya SBI (Sekolah Bertaraf Internasional Plus) yang mengarah pada perubahan karakter anak didik dengan langkah-langlah terintegrasi, al. :
- Ada Kebijakan Revitalisasi Peran keluarga berbasis desa/kelurahan
- di tiap kecamatan ada 1 atau 2 isntitusi yang mengelola sekolah Home Schooling dan semi Boarding School
- di tiap kabupaten ada beberapa Sekolah Boarding School
- Di tiap Provinsi/gabungan beberapa provinsi ada kampus plus yang semi boarding School
6. Daftar Pustaka
Agus Sutisna, landasan ontologis "revolusi mental" sang presiden, diakses tanggal 5 Desember 2015.
Benny Susetyo,“Revolusi Mental” dalam Kolom Opini, Koran Sindo, Sabtu 10 Mei 2014 Dokumen Visi-Misi Calon Presiden dan Wakil Presiden, laman kpu.go.id ., 2014
Joko Widodo, “Revolusi Mental”, dalam Kolom Opini, Harian Kompas, Sabtu 10 Mei 2014
http://www.berdikarionline.com/revolusi-mental-ala-bungkarno/#ixzz37Affovh5 , diakses, tanggal 5 Desember 2015.
Kementrian koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, materi FGD Tindak Lanjut Rapat koordinasi dan Sosialisasi GNRM, Yogyakarta, 27 Nopemeber 2015.
“Indonesia Darurat kerukunan dan Munuju Ketertiban Sistemik” Hal.12, Kedaulatan Rakyat, Minggu, 29
Nopember 2015.