LAYANAN PEMADU MODA SEBAGAI UPAYA DUKUNGAN KONEKTIVITAS KAWASAN ANTARA WONOSARI - YOGYAKARTA
Abstrak
Sebagai bagian dari wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kabupaten Gunungkidul selayaknya juga dapat menikmati aksesibitas transportasi udara dan kereta api yang sama dengan daerah lain di DIY. Untuk ini, diperlukan Angkutan Pemadu Moda sebagai angkutan penghubung antara dua simpul transportasi. Keberadaan angkutan pemadu moda selain berfungsi sebagai sarana transportasi antar dua simpul transportasi, juga dapat berfungsi sebagai link konektivitas antar kawasan. Dengan latar belakang semacam ini, maka gagasan angkutan pemadu moda dapat dijadikan pilihan sarana angkutan umum dengan cakupan layanan dari simpul perkotaan Wonosari, Bandara Adisutjipto dan Stasiun Tugu. Jaringan rute layanannya adalah Terminal Wonosari – Piyungan – Prambanan – Bandara – PP dan Terminal Wonosari – Piyungan – Rejowinangun – jalan Bhayangkara – Stasiun Tugu PP dengan waktu pelayanan menyesuaikan dengan jadwal pesawat maupun kereta api. Layanan angkutan pemadu moda ini bersifat direct service, sehingga lebih cepat dan tepat waktu. Angkutan Pemadu Moda ini tidak ber-orientasi profit/bisnis tetapi ber-orientasi layanan sehingga konsep yang diajukan adalah konektivitas kawasan dan mendukung konektivitas kawasan antara Wonosari/Kabupaten Gunungkidul dengan Kota Yogyakarta.
kata kunci : Konektivitas, Pemadu Moda, Wonosari
1 Latar Belakang
Infrastruktur jaringan transportasi memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan perkembangan suatu daerah, terutama dalam hal pertumbuhan ekonomi daerah maupun terhadap kondisi sosial budaya kehidupan masyarakat. Dalam konteks ekonomi, infrastruktur transportasi sebagai modal sosial masyarakat merupakan tempat bertumpu perkembangan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur transportasi yang memadai. Konektivitas jaringan transportasi yang paling dominan digunakan oleh penduduk untuk beraktivitas, memegang peranan penting dalam pembangunan wilayah. Oleh karena itu, ketersediaan infrastruktur transportasi harus seiring-sejalan dengan potensi sumberdaya dimana penentuan jaringan transportasi dan prioritas pengembangan akan menjadi penentu efektivitas pembangunan prasarana jalan dari segi dampak terhadap pembangunan ekonomi dan sosial.
Sebagai bagian dari infrastruktur jaringan transportasi, angkutan umum merupakan salah satu moda transportasi darat yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat terkait dengan konektivitas layanan antara bandara/stasiun di suatu darah dengan pusat-pusat kota yang merupakan daerah jangkauan layanan bandara/stasiun tersebut. Hal ini dikarenakan angkutan umum merupakan angkutan yang bersifat massal dan pada dasarnya masyarakat juga menginginkan pelayanan angkutan umum yang nyaman, murah, aman, dan cepat.
Kabupaten Gunungkidul sebagai bagian dari wilayah administrasi DIY, selayaknya juga memiliki kemudahan terhadap akses layanan angkutan udara dan angkutan kereta api yang merupakan moda-moda utama dari sistem transportasi DIY. Adapun dari dua moda dengan Bandar Udara Adisutjipto sebagai pintu gerbang layanan moda udara dan Stasiun Tugu sebagai pintu gerbang layanan angkutan kereta api. Akan tetapi, sampai dengan saat ini belum ada angkutan umum massal sebagai penghubung antar simpul transportasi, atau yang lebih dikenal dengan nama Angkutan Pemadu Moda, guna menghubungkan simpul transportasi yang terdapat di Kota Wonosari, dalam hal ini Terminal Dhaksinarga, dengan Bandara Adisutjipto maupun Stasiun Tugu. Akibat dari ini, menyebabkan pengguna jasa lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi atau mobil sewa dari simpul transportasi yang ada di Kota Yogyakarta menuju Kota Wonosari di Kabupaten Gunungkidul dan juga sebaliknya.
2 Angkutan Pemadu Moda
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, angkutan pemadu moda termasuk dalam angkutan khusus yang menjadi bagian dari angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek. Oleh karena itu, maka sifat layanan angkutan pemadu moda harus tanpa hambatan (seamless), efisien dan berlanjut (sustainable) serta langsung menghubungkan antar simpul transportasi yang berbeda. Didasarkan sifatnya yang seamless, maka angkutan pemadu moda harus seminim mungkin untuk berhenti pada saat melakukan perjalanan, sehingga aktivitas menaikkan/menurunkan penumpang di tengah jalan tidak diperbolehkan dan hanya dilakukan di lokasi simpul asal maupun tujuan.
3 Daerah Cakupan Layanan
Didasarkan pada definisi diatas, dan memperhatikan kondisi kota Wonosari yang bukan merupakan jalur lintas serta sifat layanan angkutan pemadu moda yang seamless, menyebabkan cakupan layanan pemadu moda Wonosari – Bandara Adisutjipto maupun Wonosari – Stasiun Tugu hanya sebatas di seputaran Wonosari serta daerah cakupan sekitar Bandara (Maguwoharjo, Kalasan, jln. Babarsari) dan daerah cakupan sekitar Stasiun Tugu (Malioboro, Kranggan, Pingit, Badran dan Kota Baru). Gambar skematik cakupan layanan pemadu moda sebagaimana tersaji pada gambar dibawah ini, dimana pusat kota Wonosari, Bandara Adisutjipto dan Stasiun Tugu menjadi sentral (titik pusat) dari bangkitan perjalanan yang kemungkinan timbul di daerah tersebut.
Gambar 1 Daerah Cakupan Layanan
Potensi permintaan untuk layanan angkutan pemadu moda Bandara Adisutjipto dan Stasiun Tugu menuju Wonosari, bukan hanya penumpang atau calon penumpang pesawat maupun kereta api saja, tetapi mereka adalah masyarakat yang dapat menggunakan/memanfaatkan angkutan pemadu moda untuk menuju Wonosari ataupun masyarakat Wonosari yang akan menuju sekitar wilayah Bandara (Maguwoharjo, Kalasan, jln. Babarsari) dan daerah sekitar Stasiun Tugu (Malioboro, Kranggan, Pingit, Badran dan Kota Baru).
Sedangkan untuk, lokasi simpul awal dan akhir perjalanan angkutan pemadu moda di Kota Wonosari, terdapat beberapa pilihan yang dapat dijadikan tempat menaikkan dan menurunkan penumpang. Pilihan lokasi ini akan sangat menentukan bagi kelangsungan operasional layanan angkutan pemadu moda Wonosari – Bandara Adisutjipto maupun Wonosari – Stasiun Tugu. Lokasi yang dipilih harus dapat berfungsi sebagai media promosi sehingga masyarakat Wonosari akan menyadari bahwa ada layanan pemadu moda di kota mereka. Lokasi keberangkatan/kedatangan layanan pemadu moda yang jauh dari pusat kota, akan menyebabkan masyarakat enggan untuk menggunakan sarana tersebut. Gambar 2 menunjukkan titik lokasi yang potensial untuk dijadikan tempat menaikkan dan menurunkan penumpang angkutan pemadu moda di Kota Wonosari. Terminal Dhaksinarga dipilih dengan pertimbangan bahwa tempat tersebut merupakan simpul Terminal Tipe A sehingga memungkinkan semua jalur layanan angkutan umum terdistribusi dari tempat tersebut. Simpang Siyono dapat dijadikan tempat menaikkan/menurunkan penumpang angkutan pemadu moda, karena lokasinya yang terletak di pintu masuk Kota Wonosari dari arah Yogyakarta.
Gambar 2 Lokasi Tempat Naik/Turun Penumpang Pemadu Moda di Kota Wonosari
3.1 Oulet Naik dan atau Turun Penumpang
Untuk mengetahui tingkat pergerakan yang ditimbulkan dari tempat asal perjalanan menuju tujuan, dapat digunakan Analisis loading profile. Dalam analisis loading profile akan diketahui munculnya suatu bangkitan pergerakan yang disebabkan karena adanya tingkat kebutuhan layanan angkutan umum yang dilaksanakan dalam satu satuan waktu tertentu. Dari analisis loading profile sederhana tersebut, diketahui adanya tingkat kebutuhan akan layanan jasa angkutan umum pada lintasan Wonosari – Yogyakarta pada umumnya dan Terminal Dhaksinarga – Bandara Adisutjipto ataupun Terminal Dhaksinarga – Stasiun Tugu pada khususnya, yang dilaksanakan dalam satu waktu tertentu dalam satu hari yang dapat membentuk beberapa oulet tempat naik/turun penumpang, antara lain :
1. Pasar Piyungan. Lokasi ini dapat dijadikan alternatif outlet karena letaknya yang sangat strategis dan merupakan pintu gerbang sebelum masuk ke Kabupaten Gunungkidul. Pasar Piyungan juga terletak pada simpang tiga yang menghubungkan Kabupaten Gunungkidul, Kota Yogyakarta dan jalan nasional Yogyakarta-Solo. Terdapat dua layanan angkutan pemadu moda, yakni Wonosari – Yogyakarta dan Wonosari – Stasiun Tugu dapat menggunakan outlet ini;
2. Pasar Prambanan. Outlet ini berada di pinggir jalan nasional Yogyakarta – Solo dan dapat terintegrasi dengan angkutan Trans Jogja ataupun angkutan AKAP Yogyakarta – Solo sehingga akan memudahkan masyarakat menuju Wonosari. Layanan pemadu moda yang dapat menggunakan outlet ini adalah angkutan pemadu moda Wonosari – Bandara Adisutjipto;
3. Eks Terminal Rejowinangun. Lokasi outlet ini berada pada simpang yang menghubungkan ruas jalan arah Wonosari, arah Kota Yogyakarta, arah Kota Gede dan arah Umbulharjo. Outlet ini dapat digunakan oleh layanan Pemadu Moda Wonosari – Stasiun Tugu.
Lokasi outlet yang terletak di sekitar persimpangan, menjadikan outlet tersebut berpotensi menjadi pusat bangkitan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan outlet antara lain :
Satu, waktu henti pada outlet harus diatur sedemikian rupa dan masuk dalam detail waktu perjalanan. Hal ini untuk menjaga agar kondisi time table tetap dapat diandalkan dan tepat waktu;
Dua, perlu adanya kesepakatan dengan pihak operator layanan angkutan lainnya, baik itu angkutan AKDP, angkutan pedesaan maupun angkutan yang ada di Kota Yogyakarta.
3.2 Jaringan Layanan
Dalam penetapan jaringan pelayanan angkutan pemadu moda, ada hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan penting dalam penetapan rute dan cakupan wilayah pelayanan demi keberlanjutan perkembangan pemadu moda ke depan. Kriteria dasar pertimbangan dalam penetapan trayek/rute dan wilayah pelayanan angkutan pemadu moda dari Wonosari menuju Bandara Adisutjipto maupun Wonosari menuju Stasiun Tugu, adalah sebagai berikut : (1) Penetapan rute/jalur yang akan dilalui oleh angkutan pemadu moda diprioritaskan pada wilayah yang memiliki potensi penumpang, terutama melalui outlet-outlet yang akan dikembangkan; (2) Penetapan rute jaringan dan pusat pelayanan lebih difokuskan pada wilayah yang memiliki waktu tempuh maksimal adalah 2 jam perjalanan untuk kondisi jalanan padat. Dengan asumsi waktu tempuh yang digunakan, yaitu kecepatan rata-rata kendaraan dalam kota sekitar 30 km/jam dan kecepatan rata-rata kendaraan luar kota sekitar 60 km/jam; (3) Waktu tempuh maksimal 2 jam digunakan sebagai dasar perencanaan yaitu dasar pertimbangan kenyamanan lamanya perjalanan penumpang dari dan menuju bandara/stasiun.
Berdasarkan asumsi pergerakan penumpang, cakupan wilayah pelayanan, kriteria yang telah disebutkan diatas serta merujuk pada pertimbangan sesuai yang digambarkan pada konsep pengembangan layanan angkutan pemadu moda maupun kesesuaian dengan outlet naik turun penumpang yang telah dijelaskan diatas, maka ada beberapa daerah yang direkomendasikan dalam jaringan rute layanan angkutan pemadu moda Wonosari - Bandara Adisutjipto maupun Wonosari – Stasiun Tugu, sebagaimana tabel dibawah ini.
Tabel 1 Rincian Rute Layanan Angkutan Pemadu Moda Wonosari
3.3 Waktu Layanan
Dalam menentukan waktu layanan angkutan pemadu moda, pertimbangan yang dilakukan antara lain : (1) Jam sibuk pergerakan pesawat di Bandara Adisutjipto maupun pergerakan kereta api di Stasiun Tugu. Dengan berdasar pada jadwal penerbangan di Bandara Adisutjipto terbaru (bulan April 2015) maka jam sibuk pesawat ada di pagi hari, sore dan malam hari (penerbangan terkahir). Sedangkan didasarkan pada jadwal kereta api, jam sibuk ada pada pagi, siang dan petang/malam; (2) Penentuan waktu pelayanan operasi angkutan pemadu moda bandara dapat ditentukan dengan memperhitungkan waktu tempuh dan waktu check in serta jadwal kedatangan dan keberangkatan pesawat; (3) Asumsi kecepatan kendaraan yang digunakan : (a) 30 km/jam.untuk dalam kota; dan (b) 60 km/jam untuk lalulintas luar kota.
Dari dasar pertimbangan tersebut, maka waktu layanan angkutan pemadu moda Wonosari – Bandara Adisutjipto adalah sebagai berikut :
Gambar 3 Waktu Layanan Pemadu Moda Wonosari-Bandar Udara Adi Sucipto
Asumsi yang digunakan adalah : (1) Operasional dilakukan oleh 2 armada dan 1 armada SGO; (2) 2 (dua) armada operasional menginap di Wonosari, dengan keberangkatan pertama jam 04.00 dan keberangkatan ke-2 pada jam 07.00; (3) Waktu tempu rata-rata adalah 2 jam perjalanan dan waktu tunggu penumpang adalah 1 jam kecuali waktu tunggu dari jam 05.00 wib sampai dengan jam 07.00 wib yang berkisar selama 2 jam. Hal ini karena menunggu penumpang yang datang penerbangan pagi; (4) Operasinal dilakukan secara ulang alik (1 rit) perjalanan, dan kedua kendaraan akan menginep di Wonosari untuk beroperasi pada keesokkan hari.
Sedangkan untuk waktu layanan angkutan pemadu moda Wonosari – Stasiun Tugu, adalah sebagai berikut :
Gambar 4 Waktu Layanan Pemadu Moda Wonosari-Stasiun Tugu
Asumsi yang digunakan relatif sama dengan asumsi pada layanan pemadu moda Wonosari – Bandara Adisutjipto. Perbedaaannya terletak pada : (1) Jumlah rit adalah 2.5 rit perjalanan ulang alik; (2) Masing-masing bis akan menginep di masing-masing lokasi.
4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan terkait dengan Pengembangan Angkutan Pemadu Moda antara Wonosari – Bandara Adisutjipto – Stasiun Tugu sebagai wujud konektivitas kawasan, sebagai berikut :
Satu, Kota Wonosari memiliki akses yang terbatas untuk menuju ke Bandara Adisutjipto maupun Stasiun Tugu, sehingga mereka cenderung menggunakan kendaraan pribadi atau sewa. Keterbatasan akses karena tidak adanya layanan angkutan umum yang memiliki layanan langsung (direct service) menuju ke Bandara Adisutjipto/Stasiun Tugu. Kondisi ini memerlukan Pengembangan Angkutan Pemadu Moda yang khusus melayani rute bandara maupun stasiun.
Dua, pelayanan angkutan pemadu moda agar memberikan pelayanan yang murah, aman dan nyaman dibandingkan dengan layanan angkutan umum yang ada, terutama dalam hal kecepatan dan ketepatan waktu;
Tiga, karena merupakan hal yang sangat diperlukan maka orientasi keberadaan angkutan pemadu moda Wonosari – Bandara Adisutjipto / Stasiun Tugu bukan berorientasi profit/bisnis tetapi ber-orientasi layanan sehingga konsep yang diajukan adalah konektivitas kawasan dan mendukung konektivitas kawasan antara Wonosari/Kabupaten Gunungkidul dengan Kota Yogyakarta;
5 Daftar Rujukan
Departemen Perhubungan, 1996, Penentuan Jumlah Armada Dan Penjadwalan, Badan Pendidikan Dan Latihan Perhubungan Pusat Pendidikan Dan Latihan Perhubungan Darat, Jakarta.
Departemen Perhubungan, 2003, Keputusan Menteri Perhubungan no. 35 : Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum.
Hobbs, Fd. 1995. Perencanaan Dan Teknik Lalu Lintas, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Kementerian Perhubungan, 2009, Undang-undang no. 22 : Lalulintas dan Angkutan Jalan.
Kementerian Perhubungan, 2014, Peraturan Pemerintah no. 74 : Angkutan Jalan
Manheim, L., M., 1979, Fundamental Transportation Systems Analysis, Volume I, Basic Concept, The MIT Press, Cambridge.
Meyer Dan Miller, 2001, Urban Transportation Planning, Mcgraw-Hill International, Singapore.
Parikesit, D. 1993, Kemungkinan Penggunaan Stated Preferrence Dalam Perencanaan Angkutan Umum, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.
Santoso, I. 1996, Perencanaan Prasarana Angkutan Umum, Pusat Transportasi Dan Komuniaksi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Tamin, O.Z. 2000, Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.
Warpani S.P. 2002, Pengelolaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Penerbit ITB, Bandung.